REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menyebutkan kasus aktif Covid-19 di Ibu Kota mencetak rekor tertinggi dengan 17.383 kasus sejak sembilan bulan terakhir. Ia pun memaparkan pola kasus aktif dan faktor yang membuat angka kasus Covid-19 menurun, melandai, dan meningkat pada sembilan bulan sebelumnya di Ibu Kota.
"Angka 17 ribu ini adalah angka tertinggi yang pernah kita miliki," ujar Anies dalam konferensi pers virtual yang didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria, Sabtu (19/1).
Ia menjelaskan, kasus aktif ialah jumlah orang yang sudah dites dan hasilnya positif serta belum dinyatakan sembuh, baik yang dirawat di fasilitas kesehatan maupun isolasi mandiri. Pihaknya kemudian mempelajari pola kasus aktif di Ibu Kota, mulai dari waktu terjadi peningkatan, pelandaian, hingga penurunan.
Anies memaparkan, saat Pemprov DKI melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama kali pada pertengahan April-Juni 2020, jumlah kasus aktif melandai bahkan rata. Lalu pada Juni ketika PSBB Transisi diberlakukan, kasus terus bergerak naik karena mulai ada pelonggaran.
"Pada waktu itu, kita masih bisa mengimbangi dengan fasilitas perawatan, fasilitas isolasi," kata Anies.
Namun, ada lonjakan yang signifikan pada September, saat ada cuti bersama dan liburan cukup panjang di akhir Agustus. Anies menyebutkan, dua pekan setelah libur panjang, penambahan kasus harian dan kasus aktif melonjak dengan cepat.
Hal itu terlihat dalam data periode 30 Agustus-11 September, kasus yang melonjak sebanyak 49 persen, dari 7.960 kasus menjadi 11.824 kasus. Bahkan, tingkat kematiannya meloncat menjadi 17 persen.
Pemprov DKI kemudian menarik rem darurat dengan memberlakukan kembali PSBB dan mencabut PSBB Transisi yang dilaksanakan pada 14 September. Ketika kebijakan PSBB diterapkan, kata Anies, kasus Covid-19 mulai melandai bahkan terjadi penurunan yang signifikan.
Lalu pada Oktober terjadi beberapa kali demonstrasi di Jakarta. Akan tetapi, menurut Anies, aktivitas tersebut tidak membuat jumlah kasus aktif di Jakarta meningkat.
"Justru angkanya turun. Jadi, sesudah PSBB diterapkan lada saat itu, maka melandai dan turun," tutur Anies.
Setelah itu, ada waktu libur panjang lagi pada 28 Oktober-2 November. Anies menyebutkan, dua pekan sesudah libur panjang kembali terjadi lonjakan kasus, dan klaster penularan terbesar adalah klaster keluarga sebesar 40-an persen dari jumlah kasus Covid-19.
Selama kurun sembilan bulan itu, ia menyimpulkan, penularan turun dan jumlah kasus aktif menurun ketika pengetatan dilakukan bersama. Sedangkan, penularan meningkat serta kasus aktif bertambah ketika ada masa libur dan masyarakat melakukan kegiatan liburan.
Sementara, pada awal Januari 2021 ini, masyarakat kembali melewati libur panjang di akhir Desember. Apabila melihat pengalaman, setelah libur panjang 10-14 hari berikutnya akan terjadi peningkatan jumlah kasus aktif.
Dengan demikian, Pemprov DKI akan melakukan sejumlah langkah antisipasi. Anies menyebutkan, PSBB akan kembali diterapkan di DKI Jakarta seperti September 2020 lalu pada 11-24 Januari 2021.
Ia menambahkan, Pemprov DKI juga akan mengantisipasi lonjakan jumlah pasien dengan menyediakan fasilitas isolasi apakah hotal atau wisma dan fasilitas perawatan bagi mereka kondisi gejalanya berat ataupun ringan.
Berdasarkan data sebelumnya, setiap kasus aktif meningkat, maka ada 40 persen kasus OTG, 30 persen gejala ringan, 20 persen gejala sedang, 3 persen gejala berat, dan 2 persen kritis. Sementara, masih ada kasus aktif sebanyak 17 ribu.
"Artinya apa, bila sekarang mencapai angka 17 ribu, kita harus memikirkan menyiapkan isolasi mandiri, menyiapkan perawatan di rumah sakit, dan itu bukan hanya ruangan tapi ini kita berbicara tentang kapasitas tenaga medis," kata Anies.