REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning Tyas mengeklaim, menjadi penolak pertama vaksin Covid-19 di Indonesia. Padahal Presiden Joko Widodo yang satu partai dengan Ribka menerima suntikan vaksin Sinovac pada Rabu (13/1) pagi WIB.
Ribka menyatakan pemberian vaksin pada seseorang tak bisa dipaksakan. Menurut politikus PDIP itu, jika pemberian vaksin dipaksa bisa saja melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Jangan main-main, saya yang pertama bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa ya pelanggaran HAM. Enggak boleh maksa begitu, makanya saya tanya (vaksin) ini yang katanya mau digratiskan?" kata Ribka dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beserta jajaran Kementerian Kesehatan di Komisi IX DPR, Senayan, Selasa (12/1).
Ribka menjelaskan, sikap penolakannya muncul setelah mendengar pernyataan dari PT Bio Farma yang menyebut belum melakukan uji klinis tahap ketiga. Selain itu, ia memantau sebagian vaksin yang pernah diterima Indonesia justru memperburuk keadaan pasien.
"Vaksin untuk antipolio malah lumpuh layu di Sukabumi terus antikaki gajah di Majalaya mati 12 (orang). Karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan (anggaran) Rp 1,3 triliun waktu saya ketua komisi," ungkap Ribka.
Ribka tetap enggan menerima suntikan vaksin dari merek apapun. Faktor usianya yang telah menyentuh angka 63 tahun juga menjadi pertimbangan penolakan vaksin.
Ribka bahkan rela membayar sanksi bersama keluarganya daripada mesti disuntik vaksin. "Saya sudah 63 tahun nih, mau semua usia boleh tetap, misalnya pun hidup di DKI semua anak cucu saya dapat sanksi lima juta mending gue bayar," ucap Ribka.
Presiden Joko Widodo disuntik vaksin Covid-19 pada Rabu (13/1) pukul 10.00 WIB. Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan, Istana telah menunjuk dokter kepresidenan untuk menyuntikkan vaksin ke Presiden. Vaksinasi digelar di Istana Presiden, Jakarta dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.