REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salmah Febriani*
Indonesia kembali berduka. Duka mendalam yang menyelimuti hampir semua umat Muslim karena wafatnya ulama. Masa pandemi menjadi saksi betapa pilu ketika harus kehilangan orang-orang shaleh dalam rentang waktu yang tak jauh berbeda. Setelah beberapa kyai ‘alim dan tawadhu’ kembali kehadirat-Nya, (14/1), sosok penuh cinta, keteduhan, sahaja, juga telah berpulang selama-lamanya. Sang ahlul Qur’an, Syaikh Ali Jaber pergi dengan membawa banyak ilmu dan hikmah bagi kita semua.
Tentu belum luput dari ingatan kita, saat Syaikh Ali menjadi korban penusukan salah seorang yang hadir dalam salah satu ceramah beliau di Lampung. Darah bersimbah dari lengannya, seluruh jamaah berhamburan ketakutan, beberapa media pun sontak memberitakan, namun dengan tetap tenang, Syaikh Ali hanya berujar, “Apa yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah dan saya harus mengimaninya. Tidak apa-apa, saya memaafkannya. Agar saya mendapatkan ampunan dan ridha Allah,” setelah peristiwa nahas itu, alih-alih bukan beristirahat, Syaikh Ali justeru melanjutkan dakwahnya ke beberapa wilayah di Jawa Timur.
Sosok Syaikh Ali memang begitu lekat dalam sanubari seluruh umat Islam, bahkan ada pula non muslim yang turut mengidolakannya. Nasihat sarat makna, dengan penyampaian penuh kelembutan dan sahaja, tilawah Qur’an yang menghujam dada, membuat setiap hatipun terpana karenanya.
Syaikh Ali yang terkenal sebagai juri di salah satu program unggulan Ramadhan 'Hafidz Indonesia' mengakui ia sangat cinta dengan Indonesia, budayanya, makanan khasnya, terlebih penduduknya yang terkenal ramah. Karenanya, di awal-awal dakwah yang tentu tidak mudah karena terkendala bahasa, Syaikh Ali membuka diri untuk dibimbing Majelis Ulama Indonesia agar dibimbing, diberi arahan bagaimana metode dakwah dan pendekatan yang baik untuk masyarakat dengan kultur yang sangat beragam.
Praktis, da’i asal Madinah yang mengawali dakwahnya tahun 2008 silam ini mengaku senang berada di Indonesia karena pemerintah Indonesia sangat memberikan kebebasan dalam berdakwah, asal disampaikan dengan penuh etika, santun, dan ramah.