REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menegaskan tidak ada aturan yang spesifik dapat mempidana orang yang menolak divaksinasi. Sejauh ini, yang ada adalah kewajiban mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
"Yang menjadi kewajiban adalah mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sesuai Pasal 9 ayat (1) UU 6/2018. Dalam UU tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mencantumkan sanksi pidana jika menolak vaksinasi Covid-19," kata Suparji saat dihubungi, Sabtu (16/1).
Suparji menegaskan bahwa tidak tepat dan tidak memenuhi asas legalitas apabila pelanggaran Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan diperluas ke penolakan vaksin. Apalagi saat ini pemerintah Indonesia terutama DKI dalam menekan sebaran virus korona hanya PSBB.
"Jadi tidak tepat dan tidak memenuhi asas legalitas jika pasal 93 itu diperluas ke penolakan vaksin. Terlenih sekarang adalah PSBB, bukan karantina kesehatan," tuturnya.
Maka dari, ia menekankan bahwa vaksinasi Covid-19 ini bersifat sukarela. Setiap warga negara berhak untuk menolak atau menerima vaksin tersebut karena memang tak ada aturan eksplisit tentang larangan menolak vaksin.
"Jadi menolak vaksin merupakan hak asasi setiap warga negara, karena dalam UU 6/2018 tidak terdapat norma yang mengatur vaksin. Pemerintah tak bisa mewajibkan atau bahkan mempidana yang menolak vaksin," paparnya.
Suparji menekankan, ini berdasarkan Pasal 5 ayat 3 Undang-undang Kesehatan. Ia menjelaskan bahwa pasal tersebut berbunyi, "Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya".
Meski demikian, ia menyebutkan bahwa vaksin sangat penting dalam menanggulangi Covid-19. Masyarakat tak perlu cemas berlebihan karena penyelenggara negara pun sudah divaksin. Beberapa negara juga menggunakan vaksin yang sama dengan Indonesia, misalnya Turki.
Terakhir, Suparji mengimbau agar pemerintah mengedepankan tindakan edukatif dan persuasif ketimbang represif. Kondisi masyarakat yang sedang susah jangan diperparah dengan ancaman pidana.