Selasa 26 Jan 2021 00:06 WIB

Lapor Covid: Vaksin Mandiri Ingkari Nilai-Nilai Pancasila

Dengan vaksin mandiri, ketidakadilan hak terkait pandemi akan jadi semakin melebar.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Idealisa Masyrafina/ Red: Andri Saubani
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac di Rumah Sakit (RS) Umum Pusri Palembang, Sumatera Selatan, Senin (25/1/2021). Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta rakyat Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 sebelum tahun 2021 berakhir.
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac di Rumah Sakit (RS) Umum Pusri Palembang, Sumatera Selatan, Senin (25/1/2021). Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta rakyat Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 sebelum tahun 2021 berakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-Initiator and Co-Leader Koalisi Masyarakat untuk Covid-19 (situs LaporCovid) Irma Hidayana mengkritik keras wacana vaksinasi mandiri yang digulirkan dunia usaha dan pemerintah. Irma menganggap vaksinisasi mandiri merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila.

"Dengan vaksin mandiri terjadi ketidakadilan hak terkait pandemi yang jadi makin lebar. Ini ingkari sila Pancasila," kata Irma dalam konferensi pers virtual pada Senin (25/1).

Baca Juga

Irma menekankan prinsip keadilan dan keseteraan harus dijunjung tinggi dalam  pedoman kebijakan kesehatan masyarakat. Prinsip tersebut juga tercantum dalam regulasi penanganan pandemi.

"Ada prinsip justice. Tiap orang harus setara dapat hak hidup sehat mulai dari testing, faskes tersedia semua alatnya. Ini untuk jamin hak kesehatan dan keselamatan masyarakat," ujar Irma.

Irma menyebut kebijakan vaksin mandiri sudah melanggar hak atas keadilan kesehatan. Ia mengingatkan pelaksanaan vaksinasi dilakukan pemerintah sesuai Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020.

"Semua orang dijamin mendapat kesempatan sama dapat vaksin. Jangan sampai ditentukan kemampuan finansial. Kalau vaksin mandiri dibuka maka mereka yang punya kekuatan ekonomi akan dapat akses duluan daripada rakyat kecil," tegas Irma.

Sementara itu, epidemiolog asal Universitas Indonesia, Pandu Riono juga menolak tegas wacana vaksinasi mandiri yang digaungkan baru-baru ini. Dokter Pandu mengingatkan vaksin semestinya diberikan tanpa pembebanan biaya pada rakyat.

"Tidak boleh ada perdagangan vaksin di masa pandemi. Vaksinasi harus gratis," ucap Pandu.

Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah mengkaji izin vaksin mandiri Covid-19. Pihak regulator juga masih mendengarkan usulan dan kajian wacana ini dari sejumlah pihak sebelum  bisa direalisasi.

Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Rosan Roeslani sempat menyatakan minatnya untuk menjual vaksin mandiri ke publik. Dikutip dari laman Detik pada Ahad (24/1), Rosan menyebutkan bahwa jika diberi izin Pemerintah, pengusaha siap untuk menjual vaksin ke publik, dengan harga yang ditentukan oleh Pemerintah.

Namun, ketika dikonfirmasi oleh Republika, Senin (25/1), Rosan mengelak untuk membahas mengenai keinginan pengusaha ikut menjual vaksin Covid-19 kepada publik. Padahal, sebelumnya, Rosan menyebutkan bahwa pengusaha tertarik untuk menjual vaksin ke publik karena ia yakin banyak yang akan membeli vaksin mandiri agar bisa segera divaksin.

"Kita fokus di vaksin mandiri untuk karyawan dan pekerja dulu," kata Rosan, hari ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement