REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Delegasi dari pemerintah Suriah, oposisi, dan masyarakat sipil mulai mendatangi pertemuan di Jenewa pada Senin yang bertujuan untuk merevisi konstitusi negara.
Ini terjadi beberapa hari setelah utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB ada banyak hal telah dibahas selama lebih dari setahun.
Sekarang, kata dia, saatnya bagi komite untuk memastikan pertemuan tersebut lebih terorganisir dan fokus.
Konflik Suriah yang berlangsung hampir 10 tahun telah menewaskan lebih dari setengah juta orang dan menelantarkan setengah dari populasi negara itu sebelum perang 23 juta. Termasuk lebih dari 5 juta pengungsi yang sebagian besar berada di negara-negara tetangga.
“Saya percaya kita perlu memastikan komite mulai bergerak dari mempersiapkan reformasi konstitusi menjadi menyusun, seperti yang diamanatkan untuk dilakukan,” kata Pedersen pekan lalu, dilansir Arab News, Selasa (26/1).
Amerika Serikat dan beberapa sekutu Barat menuduh Presiden Suriah Bashar Assad sengaja menunda penyusunan konstitusi baru untuk membuang waktu sampai pemilihan presiden diadakan tahun ini. Sebab, dia menghindari pemungutan suara yang diawasi PBB seperti yang diminta Dewan Keamanan PBB.
Menurut undang-undang pemilu Suriah, pemilihan presiden dijadwalkan berlangsung antara 16 April dan 16 Mei, setidaknya 90 hari sebelum masa jabatan tujuh tahun Assad berakhir. Assad telah berkuasa sejak tahun 2000.
Konferensi perdamaian Suriah yang diselenggarakan Rusia pada Januari 2018, kesepakatan dicapai untuk membentuk komite untuk menyusun konstitusi baru. Komite tersebut beranggotakan 150 orang dan berlangsung hingga September 2019.
Sebuah komite beranggotakan 45 orang yang dikenal sebagai "Badan Kecil" memulai pertemuannya di Jenewa pada Senin. Pertemuan itu melibatkan 15 orang dari masing-masing delegasi dan berlangsung di tengah langkah pencegahan penyebaran virus corona. n Meiliza Laveda
https://www.arabnews.com/node/1798341/middle-east