REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Sebagian besar masyarakat memang akrab dengan gorengan atau makanan yang digoreng. Meski kerap disebut sebagai ‘musuh kesehatan’, gorengan tetap masih menjadi favorit berbagai kalangan.
Dokter Gizi Klinik, dr. Maya Surjadjaja, Sp.GK, M.Gizi, mengatakan sebenarnya gorengan bukan berarti sepenuhnya salah atau tidak ada manfaatnya sama sekali bagi tubuh. Terkait makanan sehat, memang berhubungan dengan banyak faktor, mulai dari bahan makanan, proses memasak maupun alat masak yang digunakan.
Istilah menggoreng juga disebut sudah ada sejak lama atau zaman Mesir Kuno, 1600 tahun lalu. “Menggoreng itu beda-beda, ada yang goreng di pan, tumis, dicemplungkan, semestinya memasak tidak melebihi suhu 100 derajat. Kenapa gorengan masih tidak mati walapun sudah teriak-teriak tidak boleh, karena mudah dan enak. Gorengan juga tekstur, aromanya beda,” kata Maya dalam Peluncuran Tepung Bumbu Serbaguna Bervitamin Terbaru Sasa, Rabu (27/1).
Maya mengatakan dalam proses menggoreng, ada yang namanya reaksi Maillard atau saat molekul gula sederhana dan protein dipanaskan pada suhu tertentu. Reaksi karbo dan protein ini terbentuk beberapa saat, tapi reaksi ini tetap dibutuhkan. Karena jika tidak ada reaksi ini, gorengan juga tidak mendapatkan hasil kecokelatan.
Dengan adanya reaksi ini, akan keluar rasa yang unik dari proses menggoreng. Ada produk perantara yang sebetulnya cukup sehat dan tidak merugikan untuk tetap bisa mengonsumsi gorengan.