Rabu 10 Feb 2021 16:13 WIB

PPKM Setengah Hati dan PPKM Mikro yang Seakan Melonggar

Satgas tegaskan, kelanjutan PPKM mikro bukan semata pelonggaran tanpa batasan.

Petugas gabungan memberi hukuman push up kepada warga yang tidak mengenakan masker saat operasi gabungan patroli pengawasan dan penegakan disiplin (Gakplin) protokol kesehatan Covid-19 di Antapani Kidul, Kecamatan Antapani, Kota Bandung, Rabu (10/2). Operasi tersebut digelar dalam rangka pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro guna menertibkan masyarakat agar lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 serta mencegah penyebaran Covid-19 di tingkat desa atau kelurahan. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas gabungan memberi hukuman push up kepada warga yang tidak mengenakan masker saat operasi gabungan patroli pengawasan dan penegakan disiplin (Gakplin) protokol kesehatan Covid-19 di Antapani Kidul, Kecamatan Antapani, Kota Bandung, Rabu (10/2). Operasi tersebut digelar dalam rangka pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro guna menertibkan masyarakat agar lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 serta mencegah penyebaran Covid-19 di tingkat desa atau kelurahan. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Antara

Pelaksanaan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang tidak efektif berlanjut dengan PPPKM skala mikro. Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor dr Zubairi Djoerban, merasa kecewa dengan pelaksanaan PPKM. Ia menganggap PPKM hanya dijalankan setengah hati oleh pemerintah.

Baca Juga

Baru-baru ini, Zubairi mengunggah foto penumpang KRL yang saling berdekatan. Kondisi ini tentu gagal memenuhi prinsip jaga jarak dalam pencegahan Covid-19. Foto itu diperoleh Zubairi dari sahabatnya pada Selasa sore (9/2) ketika menuju Depok.

"Dua kolega saya yang lain juga bersaksi hal yang sama. Keduanya mengatakan kalau commuter line Jabodetabek pada pagi dan sore hari penuh sesak. Saya amat prihatin," kata Zubairi dilansir dari akun Twitternya pada Rabu (10/2).

"Quo vadis PPKM, jika situasi di dalam kereta seperti ini terus (penuh). Padahal, Presiden bolak-balik bilang bahwa PPKM tidak efektif karena masalah implementasi. Nah, foto di bawah ini sepertinya representasi dari implementasi tersebut. Mau dibawa ke mana dong?" sindir Zubairi.

Zubairi menekankan dirinya tak melarang masyarakat untuk bekerja selama pandemi. Menurutnya, masalah tersebut bukan hanya terletak pada keengganan masyarakat menerapkan jaga jarak.

"Tapi saya mendorong adanya pengawasan, koordinasi antar-instansi dan penerapan PPKM yang serius agar masyarakat tetap sehat," tegas Zubairi.

Zubairi hanya berharap para penumpang KRL diberi keselamatan. Khususnya bagi mereka yang terpaksa berdesakan di KRL demi menafkahi keluarganya.

"Doa saya untuk kesehatan orang-orang yang hari-harinya harus naik commuter line untuk mencari nafkah atau melakukan hal baik," ujar Zubairi.

PPKM selama 11-25 Januari 2021 dinilai tak efektif menekan laju penularan kasus Covid-19. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas pendisiplinan melawan Covid-19 di Istana Bogor pada 29 Januari menyebut, kebijakan PPKM ini tak berdampak pada penurunan mobilitas dan kegiatan masyarakat.

Laju penambahan kasus Covid-19 di sejumlah provinsi di Jawa dan Bali yang menerapkan kebijakan PPKM inipun tercatat masih tetap naik. Karena itu, Jokowi meminta agar pemerintah turut menggandeng pakar epidemiolog dalam memutuskan kebijakan menekan penularan pandemi.

Esensi dari kebijakan PPKM ini yakni membatasi mobilitas dan kegiatan masyarakat. Namun, implementasi kebijakan PPKM di lapangan dinilainya tak tegas dan tak konsisten. Hal ini pun membuat disiplin protokol kesehatan yang dilakukan masyarakat di daerah yang menerapkan PPKM menjadi longgar. Selanjutnya Jokowi meminta agar PPKM dilakukan dengan pendekatan berbasis mikro atau di tingkat lokal.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan perpanjangan PPKM berbasis mikro bukan semata-mata pelonggaran tanpa dasar. "Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan PPKM sebelumnya, upaya pembatasan makro saja bisa tidak tepat sasaran, sehingga perlu menerapkan strategi baru yang lebih fokus pada pengendalian dalam skala mikro," katanya dalam keterangan tertulis.

Secara umum, perpanjangan PPKM berbasis mikro dan pembentukan Pos Komando (Posko) Tangguh Covid-19 berlaku efektif mulai 9 hingga 22 Februari 2021. Hal tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 2021 tentang PPKM Berbasis Mikro bersamaan dengan diaturnya PPKM kabupaten dan kota.

Pada prinsipnya aturan PPKM kabupaten dan kota pada Instruksi Mendagri tersebut masih sama dengan Instruksi Mendagri nomor 1 dan 2. Namun, terdapat beberapa poin berbeda pada aturan terbaru, di antaranya pembatasan pekerja yang work from office (WFO) atau bekerja dari kantor serta pengunjung restoran yang kapasitas maksimalnya berubah dari 25 menjadi 50 persen.

"Perlu saya tekankan, bahwa perubahan aturan pembatasan yang dilakukan bukan semata-mata pelonggaran tanpa dasar," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement