Jumat 12 Feb 2021 09:29 WIB

Sifat Yazid di Balik Pemaksaan Baiat Husain Cucu Rasulullah 

Sifat keras Yazid di balik pemaksaan baiat kepada Husain cucu Rasulullah

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Sifat keras Yazid di balik pemaksaan baiat kepada Husain cucu Rasulullah. Ilustrasi
Foto: Pixabay
Sifat keras Yazid di balik pemaksaan baiat kepada Husain cucu Rasulullah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Setelah khalifah Muawiyah meninggal dunia pada 60 Hijriyah, kekuasaan pun diserahkan kepada anaknya, Yazid.

Fokus pertama Yazid setelah menjadi khalifah adalah mengambil baiat dari orang-orang yang menolak dirinya saat ayahnya masih hidup, menurutnya, tokoh yang paling penting adalah, cucu Rasulullah SAW yaitu al-Husain bin Ali.  

Baca Juga

Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, Yazid lantas mengirim surat kepada al-Walid bin Utbah agar segera menyelesaikan masalah ini. 

Hanya saja, al-Walid tidak terlalu mempermasalahkan sikap al-Husain dan Abdullah bin az-Zubair yang belum mau berbaiat kepada Yazid.  

Al-Walid sendiri adalah sosok yang lembut, santun, dan suka memaafkan (lihat Al-Akhbar ath-Thiwal). Dia juga takut akan siksa Allah SWT jika sampai memaksa al-Husain untuk berbaiat kepada Yazid, atau menghukumnya jika menolak berbaiat (Lihat Tarikh ath-Thabari). 

Adapun Yazid merupakan seorang yang berwatak keras dan kaku, karenanya dia bersikeras menuntut baiat dari al-Hasan dan Ibnu Zubair. Watak keras ini muncul sejak dia menjadi penguasa bahkan terus menyertainya hingga meninggal dunia, selama itu dia tidak mampu melepaskan diri dari tabiat buruk ini. 

Akibat sikapnya itu, serangkaian kesalahan datang silih berganti dalam kehidupannya. Setiap kali dia kalut dalam menghadapi permasalahan yang ada, setiap kali itu pula kekeliruan langkahnya bertambah besar dan persoalan menjadi kian pelik. Akibatnya, ketika bermaksud memecahkan suatu masalah, dia justru terjerumus ke dalam masalah lain yang lebih fatal dan lebih mengerikan. 

Mulai dari sikap represifnya terhadap penolakan sejumlah orang untuk berbaiat kepadanya, sampai pembentukan pasukan untuk memerangi orang-orang tersebut yang berujung pada perang di Karbala.  

Sejarah mencatat bahwa perang di Karbala...

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement