Kamis 18 Feb 2021 18:37 WIB

Pemerintah Diminta Segera Masukkan Draf Revisi UU ITE ke DPR

Revisi UU ITE untuk hapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid
Foto: istimewa
Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid menanggapi terkait rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia meminta agar pemerintah segera memasukkan draf revisi UU ITE ke DPR.

"Jika memang presiden atau dalam pengertian Pemerintah ingin merevisi, segera masukan saja draf revisi UU ITE ini kepada DPR dan saya yakin teman-teman semua fraksi lihat dari pernyataannya akan setuju dengan UU revisi ini," kata Jazil dalam sebuah diskusi daring, Kamis (18/2). 

Baca Juga

Kendati demikian, sampai saat ini UU ITE belum masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Namun, ia meyakini jika situasi saat ini banyak yang dirugikan dengan adanya UU ITE lantaran penggunaan UU ITE dianggap diskriminatif, dan pemerintah kerap dianggap melakukan pengekangan terhadap pihak yang kritis, maka tentu dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR maka revisi UU ITE bisa segera dimasukkan ke prolegnas.

"Mungkin pemerintah sudah ada drafnya, naskah revisinya, tentu nanti tugas temen-temen di DPR bagi yang setuju akan dimasukan kepada list dulu, setelah masuk list langsung masuk kepada Badan Legislasi atau komisi yang berkaitan dengan informasi publik, Komisi I untuk membahas naskah perubahan sekaigus melakukan sikronisasi, sosialisasi, pembahasan, sampai pada keputusan pasal mana saja yang akan dicabut direvisi, atau ditetapkan kembali," terangnya.

Ia menambahkan, PKB sampai saat ini masih mengkaji terkait mana saja pasal yang dianggap karet. Ia menyebut sejumlah pasal seperti pasal 26, 27, 28, 29, 40, dan 45 mengandung intepretasi yang dapat memberikan tuduhan kepada pemerintah, orang atau institusi yang dapat melakukan kriminalisasi menggunakan UU ITE.

"Seperti (pasal) 27 ayat 3, penghinaan dan pencemaran nama baik ini menurut saya ini juga bisa ngaret, apalagi kalau pasal ini digunakan oleh aparat untuk misalkan merepresi kelompok atau orang yang dianggap kritis. Karena kritik ini bisa dianggap pencemaran nama baik, jadi pencemaran nama baik ini luas definisinya. Makanya PKB kalau sepanjang yang dipelajari oleh PKB dan kita semua supaya lebih detail yang disebut pencemaran nama baik itu apa, penghinaan itu apa," ungkapnya. 

Secara terpisah, hal senada juga disampaikan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus. Guspardi meminta pemerintah untuk segera mengajukan usulan revisi UU ITE kepada DPR agar dibahas secara bersama-sama. 

"Catatan pentingnya menurut saya bagaimana hasil revisi UU ITE dalam penerapannya nanti jangan lagi membuat rasa khawatir dan kegamangan serta tidak menuai kontra di masyarakat," kata dia.

Karena itu, revisi UU ITE yang disampaikan oleh Presiden Jokowi harus direspons secara positif oleh DPR. Terutama untuk menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda sehingga mudah diinterpretasikan secara sepihak. 

"Sebaiknya arahan Jokowi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan membuat kajian yang komprehensif terhadap revisi UU ITE ini. Hendaknya ruang aspirasi dan diskusi dari berbagai pakar dan elemen bangsa lainnya dibuka secara luas untuk mendapatkan masukan," ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement