REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penurunan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 berdampak ke penjualan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Barat (Jabar). Menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Jabar Kusmana Hartadji, pendapatan pelaku UMKM menurun drastis hingga 80 persen saat pandemi Covid-19.
"Dalam kondisi tersebut, ada yang bertahan, ada juga yang sama sekali menghentikan usaha," ujar Kusmana dalam webinar bertajuk "Mendorong Pemulihan Ekonomi Umat dalam Skema Kebijakan Ekonomi Jawa Barat" akhir pekan ini.
Berdasarkan data Dinas KUK Jabar, pelaku UMKM di Jabar mencapai 4,6 juta unit usaha. Dari jumlah tersebut, 98 persennya merupakan usaha mikro dan kecil. Selain penurunan pendapatan, kata dia, pandemi Covid-19 membuat harga bahan baku naik dan langka. Pelaku UMKM pun sulit mengakses permodalan. Hal itu menghambat rantai produksi dan distribusi barang.
Kusmana mengatakan, pihaknya telah menyusun strategi untuk menyelamatkan dan memulihkan UMKM. Tahap pertama adalah mempermudah UMKM mendapatkan bahan baku. "Kemudian membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), fasilitasi pembiayaan dan pemasaran, sampai program padat karya," katanya.
Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Ekonomi dan Transformasi Ekonomi Daerah Jabar Ipong Witono mengatakan, peningkatan daya beli masyarakat amat krusial untuk membangkitkan UMKM di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar sudah berupaya meningkatkan daya beli dengan menyalurkan bantuan sosial (bansos), baik kepada masyarakat umum, pekerja, maupun pelaku usaha mikro. "Selain dengan bansos, peningkatan daya beli masyarakat akan dilakukan dengan penyediaan lapangan kerja," katanya.
Menurut Ipong, Pemda Provinsi Jabar sudah meluncurkan marketplace bernama Borongdong.id untuk meningkatkan penjualan UMKM dan pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Jabar. "Sasaran Borondong.id itu ASN (Aparatur Sipil Negara) di Jabar. Kenapa ASN? Karena penghasilan mereka saat pandemi Covid-19 tetap stabil," katanya.