Senin 22 Feb 2021 14:24 WIB

Tim Kajian UU ITE Dibentuk untuk Bahas Pasal Karet

Melalui tim ini nantinya pemerintah akan mengambil sikap resmi terhadap UU ITE.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menkopolhukam Mahfud MD. Ilustrasi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menkopolhukam Mahfud MD. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah remi membentuk Tim Kajian Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk membahas terkait ada tidaknya pasal karet dalam undang-undang tersebut.  Tim dibentuk menyusul wacana revisi UU ITE yang dibahas Presiden Joko Widodo belum lama ini.

Tim itu dibentuk melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 dan akan bekerja selama dua hingga tiga bulan ke depan.

"Tim (ini) untuk membahas substansi apa betul ada pasal karet. Di DPR sendiri ada yang setuju ada yang tidak," ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/2).

Da menjelaskan, pembentukan tim tersebut merupakan bentuk terbukanya ruang diskusi oleh pemerintah yang mengandung sistem demokrasi. Menurut Mahfud, dari diskusi yang dilakukan oleh tim itu nantinya pemerintah akan mengambil sikap resmi terhadap UU ITE.

"Kalau keputusannya harus revisi, kita akan sampaikan ke DPR. Karena UU ITE ini ada di Prolegnas tahun 2024 sehingga bisa dilakukan (revisi)," jelas dia.

Mahfud mengatakan, pemerintah memberi waktu selama dua hingga tiga bulan kepada tim tersebut untuk mengkaji UU ITE secara mendalam. Selama menunggu tim mengkaji dan melaporkan ke pemerintah hasil dari kajian tersebut, dia meminta kepada Polri dan Kejaksaan Agung untuk menerapkan UU ITE dengan betul-betul memastikan tidak timbul multitafsir.

"Sembari menunggu yang dua-tiga bulan itu nanti Polri, Kejaksaan Agung penerapannya itu supaya betul-betul tidak multiintepreter, tidak multitafsir, tetapi orang merasa adil semua," jelas Mahfud.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement