Kamis 04 Mar 2021 08:35 WIB

Menanti Kiprah LPI yang Diyakini Kurangi Beban Utang Negara

APBN pada tahun ini diperkirakan masih akan mengalami defisit sekitar 5,7 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Lembaga pengelola investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Lembaga pengelola investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) merupakan upaya untuk memberikan opsi tambahan bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Instrumen bernama Indonesia Investment Authority (INA) tersebut diproyeksikan mampu menarik minat investor dalam bentuk ekuitas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan adanya LPI akan mampu mengurangi eksposur utang pemerintah. “Dibentuknya INA sebagai lembaga yang akan memiliki fokus untuk menarik investasi dan kerja sama dari berbagai pengelola keuangan dari luar negeri, diharapkan kita akan memiliki kemampuan menambah modal untuk pembangunan tanpa meningkatkan risiko utang,” ujarnya saat webinar Peluang Pendanaan SWF Untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Indonesia seperti dikutip Kamis (4/3).

Baca Juga

“Para investor bisa investasi ke Indonesia melalui berbagai jalur, beli saham, SBN, investasi PMA dan PMDN melalui BKPM, dan bisa melakukan kolaborasi partnership dengan partner lokal. Pemerintah terus mendiversifikasi instrumen investasi, salah satunya pembentukan LPI,” ucapnya.

Menurutnya saat ini pemerintah masih mengandalkan pembiayaan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), khususnya di tengah kondisi pandemi Covid-19. Padahal, pada saat bersamaan pemerintah masih perlu mengucurkan anggaran belanja untuk melanjutkan proyek-proyek pembangunan lainnya.

Oleh karenanya, dia berharap, kehadiran LPI dapat menjadi opsi baru terhadap pembiayaan proyek pemerintah. "Kita akan menggunakan instrumen bidang LPI sebagai salah satu wadah bagi kolaborasi, melanjutkan pembangunan dengan melalui ekuitas atau mengurangi ekspor utang," ucapnya.

Sri Mulyani menyebut lembaga investasi tersebut juga akan membantu meringankan APBN yang memiliki keterbatasan, khususnya pada tahun ini dan tahun lalu, APBN harus menjadi instrumen utama untuk menggerakkan perekonomian dari dampak pandemi Covid-19.

Sebagaimana diketahui, APBN pada tahun ini diperkirakan masih akan mengalami defisit sekitar 5,7 persen. Alokasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional yang digulirkan pemerintah pun mengalami peningkatan sebesar 21 persen dari 2020 lalu.

“APBN masih menjadi instrumen kebijakan yang sangat menentukan berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional,” ungkapnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement