Rabu 10 Mar 2021 13:27 WIB

“Happening” dan Tradisi Berjamaah Kita

Tradisi berjamaah tatap muka dalam tabligh akbar terancam pandemi

Tradisi berjamaah tatap muka dalam tabligh akbar terancam pandemi . Dzikir Akbar Jamaah Majelis Rasulullah SAW
Tradisi berjamaah tatap muka dalam tabligh akbar terancam pandemi . Dzikir Akbar Jamaah Majelis Rasulullah SAW

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr Moch Aly Taufiq, SQ* 

Sebelum pandemi Covid-19 mewabah, kita seringkali melihat bergai acara keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat secara sukarela. Saya ingin menyebut beberapa saja, misalnya kegiatan keagamaan yang diadakan Majelis Rasulullah SAW di sekitar Jakarta. Selalu dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Baca Juga

Para jamaah datang pada acara tersebut tanpa undangan, hanya mendengar dari mulut ke mulut, atau papan reklame yang sangat terbatas. Mereka datang sendiri dari berbagai kota di seluruh penjuru, dengan membawa minuman dan makanan sendiri. Begitu juga kendaraan yang mereka pakai, disewa sendiri oleh setiap rombongan.

Perayaan keagamaan seperti ini, mirip seperti apa yang terjadi di berbagai daerah lain. Di Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, misalnya, setiap 1 Rajab, diperingati sebagai Haul (peringatan kematian) KH Bisri Syansuri, pendiri pesantren. Ribuan massa berkumpul, datang tanpa diundang, pulang tanpa diantar, berjejal di area makam KH Bisri Syansuri. Mereka berduyun-duyun mengikuti prosesi peringatan Haul, atas kesadaran sendiri, menyewa truk dan membawa bekal makanan sendiri.

Begitu pula yang terjadi pada acara Haul Sunan Bonang di Tuban. Acara itu diadakan setiap tahun tanpa undangan dari panitia, kecuali hanya pemberitahuan yang serba terbatas, tidak lebih dari 300 orang saja, untuk mereka yang disediakan tempat duduk. sedangkan puluhan jamaah lainnya, membawa tikar dan bekal masing-masing. 

Dalam Catatan Gus Dur, muballigh kondang almarhum KH Yasin Yusuf dari Blitar, selama 43 tahun berpidato dalam acara tersebut, tanpa undangan dari panitia. Kegiatan serupa juga terlaksana oleh kelompok Maiyah yang dipimpin MH Ainun Najib (Cak Nun). Ribuan orang berkumpul di berbagai tempat secara rutin dan berlangsung selama puluhan tahun. 

Berbagai peringatan di atas, dihadiri jamaah atas inisiatif sendiri dan dibiayai sendiri. Inisiatif inilah yang oleh Herbert Marshal McLuhan disebut sebagai “happening”. Di Indonesia, “happening” terjadi di berbagai daerah dengan beragam bentuk dan tradisi, baik dalam durasi bulanan maupun tahunan.

Salah satu “happening” dalam sekala bulanan, terjadi di Demak. Pada setiap malam Jumat Kliwon, peziarah makam Sunan Kalijaga meningkat jumlahnya. Pada hari-hari biasa, jumlah penziarah makam hanya berkisar ribuan, namun pada malam Jumat Kliwon, mencapai puluhan ribu. Mereka berdatangan tanpa undangan dan pengumuman. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement