REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Eksekutif Uni Eropa (UE) akan mengusulkan sertifikat Covid-19 baru pada pekan depan. Nantinya sertifikat itu akan menggabungkan informasi tentang vaksinasi, pemulihan dari penyakit, dan hasil tes untuk menghindari diskriminasi antarwarga.
"Kami sedang mengerjakan sertifikat, ini bukan paspor, tapi ini bukan hanya tentang vaksinasi. Ini tentang pemulihan bagi orang-orang yang sakit, vaksinasi atau tes," kata Komisaris Kehakiman Eropa, Didier Reynders, Kamis (11/3).
Negara-negara UE di Selatan bergantung pada pariwisata. Wilayah itu berharap sertifikat semacam itu akan membantu membuka pintu untuk wisatawan pada musim panas tahun ini. Namun, langkah itu mendapat tentangan dari Jerman, Prancis, dan Belgia yang menekankan bahwa inokulasi tidak wajib atau tidak tersedia untuk semua.
"Kami tidak memiliki vaksin wajib, jadi mungkin saja kami menolak untuk divaksinasi. Dan saat ini kami tidak memiliki kapasitas untuk mengatur vaksinasi untuk semua orang yang ingin divaksinasi. Kami tidak ingin ada diskriminasi," ujar Reynders.
Peluncuran vaksin Covid-19 UE yang lambat telah banyak dikritik. Hanya sekitar 5 persen warga yang diinokulasi sejauh ini dan target blok untuk menginokulasi 70 persen populasi orang dewasa pada akhir musim panas terlihat semakin dipertanyakan.
Sebanyak 27 pemimpin negara blok itu setuju bulan lalu untuk menyiapkan aturan bersama untuk dokumen resmi Covid-19 sebelum musim panas. Namun, mereka masih harus menyepakati, bagaimana cara paling menggunakannya dan hak perjalanan yang akan dilampirkan.