REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tidak usah mengutak atik amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Termasuk pasal yang terkait masa jabatan presiden yang sudah dua periode. Menurutnya, masih banyak yang harus dikerjakan selain amandemen UUD 1945 tersebut.
"Ya kalau amandemen UUD 1945 diubah lagi untungnya hanya bagi para penikmat dan pemilik kekuasaan, mereka akan bisa melanggengkan kekuasaan. Dan jika presiden dipilih MPR lagi akan menambah kuat oligarki. Yang harus dilakukan itu sekarang pemerintah dan DPR jangan mengutak-atik pasal terkait masa jabatan presiden yang sudah dua periode," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (15/3).
Kemudian, ia melanjutkan saat ini masih banyak yang harus dilakukan DPR dan pemerintah seperti membangkitkan ekonomi masyarakat yang hancur karena Covid-19. "Ingat masyarakat juga sedang mengawasi jika tiba-tiba ada pembahasan amandemen tersebut maka jangan salahkan jika rakyat nantinya marah," kata dia.
Sebelumnya diketahui, mantan ketua MPR RI Amien Rais curiga dengan adanya rencana membuat Joko Widodo menjadi presiden selama tiga periode. Hal ini terlihat dari adanya manuver politik untuk mengamankan DPR, DPD, MPR, dan lembaga negara lainnya.
Menurut Amien Rais, pengamanan sejumlah lembaga negara menjadi langkah pertama untuk Jokowi agar bisa menjabat selama tiga periode. Utamanya, melalui sidang istimewa MPR. Lewat sidang tersebut, ia mengatakan, bisa ada persetujuan amandemen satu atau dua pasal dalam UUD 1945.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Politikus Partai Gerindra Arief Poyuono. Menurutnya, ada wacana soal kemungkinan tiga periode masa jabatan presiden untuk Jokowi. Dia menambahkan, hal tersebut ditandai dengan dilibatkannya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 lalu.