Jumat 19 Mar 2021 16:08 WIB

Awal Mula Rencana Impor, Stok Terendah Sepanjang Sejarah

Saat ini total volume beras di gudang Bulog hanya sekitar 800 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petani memanen padi yang rebah akibat cuaca buruk di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, belum lama ini. Petani berharap pemerintah mempertimbangkan rencana impor beras di awal tahun ini, dikhawatirkan akan membuat harga gabah ditingkat petani anjlok.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petani memanen padi yang rebah akibat cuaca buruk di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, belum lama ini. Petani berharap pemerintah mempertimbangkan rencana impor beras di awal tahun ini, dikhawatirkan akan membuat harga gabah ditingkat petani anjlok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menjelaskan secara perinci latar belakang awal mula rencana kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Menurut Lutfi, salah satu penyebab dibukanya rencana impor beras lantaran stok beras cadangan di Bulog yang mencapai titik terendah dan perlu diantisipasi.

Lutfi menyampaikan, Perum Bulog sebagai kepanjangan pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga pangan ditugaskan untuk menjaga stok beras sebanyak 1 juta-1,5 juta ton. Ia menegaskan, itu prinsip yang dipegang pemerintah.

Baca Juga

Adapun mekanisme pengadaan bisa dilakukan lewat pengadaan lokal maupun internasional. "Kalau memang penyerapan (dalam negeri) Bulog cukup, tidak perlu impor. Itu ada tahun-tahunnya seperti 2019 tidak impor, 2020 tidak impor," kata Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (19/3).

Namun, pemerintah melihat berbagai indikator yang mesti diantisipasi. Ia menyampaikan, saat ini total volume beras di gudang Bulog hanya sekitar 800 ribu ton. Stok tersebut bukan murni berasal beras dalam negeri. Terdapat sekitar 275 ribu ton beras yang merupakan hasil dari impor tahun 2018.

"Jadi kalau stok akhir beras Bulog dikurangi beras sisa impor, berarti Stok Bulog hanya mungkin tidak sampai 500 ribu ton. Ini salah satu yang paling rendah dalam sejarah Bulog," kata Lutfi menegaskan.

Memasuki musim panen raya tiba, ia menilai penyerapan gabah oleh Bulog belum optimal. Hingga Maret 2020, penyerapan gabah setara beras oleh Bulog baru mencapai angka 85 ribu ton. Seharusnya, kata Lutfi, Bulog hingga saat ini bisa menyerap gabah setara beras setidaknya 400 ribu-500 ribu ton.

Rendahnya penyerapan itu bukan sepenuhnya salah Bulog. Sebab, terdapat aturan yang harus dipatuhi Bulog dalam membeli gabah petani.

Sesuai aturan, patokan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar 4.200 per kg di tingkat petani dengan kadar air maksimal gabah 25 persen. Sementara, hasil panen gabah saat ini cukup basah lantaran dipengaruhi curah hujan tinggi yang terjadi sejak awal bulan. Itu menyebabkan kadar air melebihi batas aturan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement