REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad), Justito Adiprasetio menyoroti beredarnya sejumlah poster Capres-Cawapres 2024 di dunia maya. Ia menilai munculnya poster itu menimbulkan sejumlah spekulasi di masyarakat.
Pertama, Justito menduga ada kemungkinan poster tersebut disebarkan oleh para pendukung si Capres-Cawapres itu. Tapi ada kemungkinan juga kalau poster tersebut adalah bentuk black campaign. "Tujuannya untuk membangun imaji publik bahwa yang ada di poster tersebut punya ambisi politik jangka panjang," kata Justito pada Republika.co.id, Sabtu (20/3).
Menurut Justito, tak menutup kemungkinan bila sebenarnya agenda penyebaran poster muncul dari salah satu kandidat yang benar-benar ingin membangun momentum. Si Capres-Cawapres itu sekaligus mengecek persepsi publik dan mencoba membangun agenda sebagai hero.
"Apalagi posternya tidak cuma satu, ada beberapa tokoh, yang sebagian sedang berkonflik," ujar peneliti di Mores Strategics tersebut.
Terlepas dari itu, Justito menilai deklarasi Capres-Cawapres sejatinya tidak melanggar apa-apa. Ia meyakini langkah tersebut adalah hak politik seseorang untuk menyatakan ambisi politiknya ke depan publik.
"Tapi, bila nanti bisa dibuktikan poster-poster tersebut dikeluarkan oleh pihak yang memang punya tujuan untuk black campaign atau membangun momentum untuk dirinya, ya hal tersebut bukan hanya tidak etis, tapi menjadi sebentuk fitnah," ucap Justito.
Justito menyayangkan jika penyebaran poster Capres-Cawapres tergolong kampanye hitam. Hal tersebut menjadi preseden yang memperburuk wajah politik yang dalam beberapa tahun ke belakang selalu diwarnai dengan strategi-strategi kampanye yang mengandalkan pesan disinformatif. "Politik dengan landasan adu gagasan masih jauh sekali bisa kita rasakan," kata Justito.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, muncul tiga isu pasangan Capres-Cawapres di Pilpres 2024 yaitu Jusuf Kalla-Agus Harimurti Yudhoyono, Moeldoko-Achsanul Qosasi dan Puan Maharani-Moeldoko.
PDIP sudah mengklarifikasi bahwa isu tersebut hanyalah hoaks belaka. Kemudian kepengurusan partai Demokrat di kedua kubu yang bertikai kali ini sepakat bukan mereka yang menyebarkan isu itu sekaligus menyatakannya hoaks.