Ahad 21 Mar 2021 17:48 WIB

Erdogan Diprotes Usai Tarik Perjanjian Lindungi Perempuan

Erdogan menarik diri dari kesepakatan Eropa tentang perlindungan perempuan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Republika
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menarik diri dari kesepakatan internasional untuk melindungi perempuan. Keputusan Turki itu memicu protes dan kritik dari berbagai pihak yang menilai kesepakaan penting itu bertujuan mengatasi meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga.

Tidak ada alasan yang dijabarkan dalam penarikan Turki pada Lembaran Berita Resmi, Sabtu (20/3) waktu setempat. Namun, pejabat tinggi pemerintah Turki mengatakan, hukum domestik daripada perbaikan dari luar akan melindungi hak-hak perempuan.

Baca Juga

Perjanjian yang dibuat di kota terbesar Turki itu memang telah memecah Partai AK (AKP) yang berkuasa pada Erdogan dan bahkan keluarganya. Tahun lalu, para pejabat mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menarik diri di tengah perselisihan tentang bagaimana mengekang kekerasan yang meningkat terhadap perempuan.

"Setiap hari kami terbangun dengan berita tentang feminisida (pembunuhan terhadap perempuan)," ujar seorang siswa di Istanbul, Hatice Yolcu. Ratusan perempuan yang membawa bendera ungu berbaris memprotes penarikan tersebut.

"Kematian tidak pernah berakhir. Perempuan mati. Tidak ada yang terjadi pada laki-laki," katanya.

Kesepakatan Dewan Eropa, yang disebut Konvensi Istanbul berisi soal perjanjian untuk mencegah, menuntut, dan menghapus kekerasan dalam rumah tangga dan mempromosikan kesetaraan. Turki menandatanganinya pada 2011 sebab feminisida telah melonjak di negara itu dalam beberapa tahun terakhir.

Sekretaris jenderal Dewan Eropa yang beranggotakan 47 negara, Marija Pejcinovic Buric mengatakan, keputusan Turki itu benar-benar menghancurkan. "Langkah ini merupakan kemunduran besar dan lebih menyedihkan karena membahayakan perlindungan perempuan di Turki, di seluruh Eropa dan sekitarnya," katanya.

 

Data Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan 38 persen perempuan di Turki menjadi sasaran kekerasan dari pasangannya seumur hidup, dibandingkan dengan 25 persen di Eropa. "Malu pada kefanatikan, patriarki, ketidakberesan yang melindungi para pengganggu dan pembunuh, bukan wanita," kata penulis Turki Elif Safak di Twitter tentang penarikan tersebut.

Kendati demikian, pada bulan ini Erdogan sempat mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan mengatakan akan bekerja untuk memberantasnya. Ankara telah menandai pria yang melakukan kekerasan dan meluncurkan aplikasi ponsel cerdas bagi perempuan untuk memberi tahu polisi.

Keputusan penarikan Erdogan ini datang setelah dia meluncurkan reformasi peradilan yang menurutnya akan meningkatkan hak dan kebebasan, dan membantu memenuhi standar UE. Pembicaraan tentang keanggotaan Turki di blok tersebut telah dihentikan selama bertahun-tahun karena perbedaan kebijakan dan catatan hak asasi manusia Ankara.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement