Tuesday, 17 Jumadil Awwal 1446 / 19 November 2024

Tuesday, 17 Jumadil Awwal 1446 / 19 November 2024

Rekrutmen Penyelenggara Ad Hoc Jadi Tantangan PSU

Ahad 28 Mar 2021 17:03 WIB

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita

Sengketa Pilkada. Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dinilai akan menghadapi sejumlah tantangan.

Sengketa Pilkada. Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dinilai akan menghadapi sejumlah tantangan.

Foto: Republika
KPU harus menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020 di 15 daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dinilai akan menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, soal rekrutmen penyelenggara ad hoc, yang harus dilaksanakan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penyelesaian perkara sengketa hasil pilkada. 

"PSU di 15 daerah ada tantangan rekrutmen penyelenggara yang berbeda-beda," ujar peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam diskusi daring, Ahad (28/3). 

Baca Juga

Ia mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mencermati amar putusan MK terkait pelaksanaan PSU di 15 daerah. Setidaknya ada lima bunyi amar putusan yang berbeda terkait rekrutmen penyelenggara ad hoc untuk menggelar PSU ini. 

Pertama, PSU yang tidak disebutkan apakah KPU harus mengangkat kembali atau mengganti anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Hal ini terdapat dalam putusan permohonan perselisihan hasil pemilihan bupati (pilbup) Rokan Hulu, Penukal Abab Lematang Ilir, Morowali Utara, Halmahera Utara, Nabire, Boven Digoel, Yalimo, dan Teluk Wondama. 

Menurut Ihsan, dengan demikian KPU bisa saja mengangkat kembali atau mengganti anggota penyelenggara ad hoc yang bekerja pada pemungutan suara di Desember 2020 lalu. Rekrutmen ini tentu harus dilakukan sesuai peraturan perundangan-undangan maupun Peraturan KPU (PKPU). 

Kedua, PSU yang diperintahkan MK untuk mengangkat kembali anggota KPPS dan PPK yang sebelumnya. Amar putusan ini berada dalam perkara perselisihan hasil pilbup Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, dan Mandailing Natal. 

Ihsan mengatakan, KPU perlu memastikan anggota penyelenggara ad hoc yang sebelumnya masih memenuhi syarat. Jika tidak, seperti meninggal dunia, maka KPU pun perlu mengganti dengan rekrutmen baru. 

Ketiga, rekrutmen penyelenggara ad hoc baru karena adanya perintah pembuatan tempat pemungutan suara (TPS) baru. Perintah ini terdapat di putusan perkara perselisihan hasil pilbup Halmahera Utara dan Morowali Utara. 

Keempat, PSU yang ketua dan anggota KPPS-nya harus diganti, terdapat di pilbup Indragiri Hulu, Banjarmasin, serta pemilihan gubernur (pilgub) Kalimantan Selatan dan Jambi. Kelima, PSU yang anggota PPK-nya harus diganti, juga diperintahkan untuk pilgub Kalimantan Selatan dan Jambi. 

Perintah penggantian penyelenggara ad hoc ini karena MK menilai mereka telah melakukan pelanggaran pada pemungutan suara Desember 2020 lalu. Pelanggaran tersebut yang menyebabkan dilaksanakannya pemungutan suara ulang. 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler