REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi nilai transaksi bursa saham dan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terkonsolidasi pada April. Hal tersebut seiring dengan kondisi makroekonomi domestik yang belum bertenaga dan momentum puasa.
Investment Information Head Mirae Asset Sekuritas Roger MM memprediksi nilai transaksi bursa saham akan terpangkas menjadi kisaran Rp 9 triliun per hari, turun dari rerata Januari, Februari, serta Maret yang masing-masingnya Rp 20 triliun, Rp 15 triliun, dan Rp 10 triliun per hari.
“April ada kemungkinan turun tipis menjadi sekitar Rp 9 triliun per hari, faktor puasa juga biasanya akan membuat nilai transaksi harian lebih lesu dibandingkan dengan sebelumnya,” ujar Roger dalam konferensi pers Media Day Mirae Asset Sekuritas, Kamis (8/4).
Dia juga memprediksi IHSG akan terkonsolidasi downtrend sebagai support 5.892-5.735 serta resisten 6.195-6.281. Roger mengatakan ada dua faktor positif yang dapat mendukung pergerakan IHSG ke depannya, tetapi masih akan terdilusi oleh satu faktor negatif yaitu kondisi makroekonomi.
Sentimen positif pertama adalah laporan kinerja keuangan emiten sepanjang tahun 2020 dan kuartal I 2021. Kedua adalah aksi korporasi beberapa emiten, terutama musim dividen.
Roger mencatat ada beberapa emiten unggulan (blue chips) yang memiliki imbal hasil (yield) dividen tinggi. Beberapa di antaranya adalah ADRO 3,3 persen, PGAS 3,2 persen, AKRA 2,7 persen, PTBA 2,7 persen, ASII 2,3 persen, BBRI 2,2 persen, dan UNTR 2,1 persen.
"Dengan demikian, beberapa saham emiten tersebut berkesempatan mendapatkan angin segar dari sentimen dividen yang tinggi," kata Roger.
Dari sisi kondisi makroekonomi, Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin menilai prospek perbaikan ekonomi global yang positif masih dibatasi kondisi di dalam negeri yang belum cukup baik. Beberapa kondisi utama adalah distribusi vaksinasi Covid-19 yang masih lambat dan perekonomian kelas menengah ke bawah yang belum membaik.
Dari global, dia menuturkan ada beberapa sentimen positif utama yang diprediksi dapat memberikan dorongan untuk penguatan pasar. Sentimen itu adalah angka aktif Covid-19 dunia yang turun signifikan, kampanye vaksin terbesar sepanjang masa, dan prospek pemulihan ekonomi yang sesuai jalurnya.
“Distribusi vaksin akan menjadi kunci bagi prospek pemulihan ekonomi dunia tersebut, dan perbaikan ekonomi jangka panjangnya di tingkat global masih tetap menjanjikan,” ujar Kevin.
Di sisi negatifnya, potensi kenaikan tingkat imbal hasil (yield) lanjutan dari obligasi pemerintah AS (US Treasury) masih akan berdampak pada pelemahan pasar keuangan domestik terutama mata uang rupiah. Sebagai gambaran, yield seri US Treasury acuan yaitu tenor 10 tahun kemarin berada pada kisaran 1,65 persen, naik dari posisi 0,9 persen di akhir 2020.
Dia menambahkan, kondisi global yang cenderung positif tersebut dapat tertutup kondisi ekonomi di dalam negeri yang belum cukup mendorong optimisme pelaku pasar akibat dua faktor utama.
Pertama, perekonomian menengah-bawah yang belum membaik terindikasi oleh data penyaluran kredit bank yang masih rendah (Bank Indonesia mencatat minus 2,15 persen pada Februari) dan aktivitas di pasar-pasar tradisional yang belum menggeliat.
Dia juga menilai indikasi itu semakin menguatkan prediksi bahwa aktivitas ekonomi sepanjang bulan puasa belum akan meningkat tajam seperti harapan pelaku pasar. Padahal, lanjutnya, laju aktivitas ekonomi pada bulan puasa adalah indikator utama yang umum dijadikan referensi aktivitas ekonomi hingga akhir tahun.
Kedua, percepatan sebaran vaksin diharapkan dapat berjalan lancar. Dengan rata-rata vaksin per hari sekitar 40.000 orang saat ini, maka diprediksi jumlah penerima vaksin dalam 6 bulan ke depan berada pada kisaran angka 7,2 juta orang, masih sangat rendah dibandingkan dengan target seluruh penduduk yang berada pada angka 260 juta jiwa.
"Kedua hal itu menjadi faktor penentu. Jika kondisi itu lebih baik daripada prediksi, maka bisa mengubah prediksi kami," tutup Kevin.