REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, ingin aktor intelektual penyerangan terhadap dirinya pada 11 April 2017 lalu diungkap dengan benar dan tuntas. Menurut dia, negara tidak boleh kalah dengan koruptor yang mencoba melawan dengan segala cara. "Harusnya begitu, diungkap dengan benar dan tuntas," ungkap Novel kepada Republika lewat pesan singkat, Senin (12/6)
Dia juga menyampaikan, selama ini tidak ada satupun kasus penyerangan terhadap orang-orang KPK diungkap secara tuntas oleh pihak berwajib. Menurut Novel, hal itu penting untuk dikatakan karena negara semestinya tidak boleh malah dari koruptor yang melakukan perlawanan dengan segala cara.
"Tidak boleh negara kalah dengan koruptor yang melawan dengan segala cara. Bahkan berani menyerang aparat pemberantas korupsi yang kemudian dibiarkan atau tidak diungkap," kata dia.
Kasus penyerangan terhadap Novel telah memasuki tahun keempatnya. Namun, aktor intelektual maupun aktor lainnya belum juga berhasil diungkap. Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memerintahkan kembali Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk menunaikan janjinya.
"Kami mendesak Presiden Jokowi segera memerintahkan kembali Kapolri Listyo Sigit Prabowo menunaikan janjinya untuk menuntaskan kasus ini dengan mengungkap aktor perencana atau intelektual dan aktor lainnya," ujar salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Andi Muhammad Rezaldy, kepada Republika.co.id, Senin (12/4).
Dia mengatakan, Listyo yang sebelumnya menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri pernah berjanji untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan. Sebab itu, Kapolri ia sebut harus mengakhiri kultur impunitas atas serangan terhadap pembela hak asasi manusia di Indonesia dan membuktikan janjinya untuk menciptakan penegakan hukum yang mengedepankan rasa keadilan bagi masyarakat.
"Kegagalan Kapolri mengungkap tuntas kasus ini harus dibaca sebagai kegagalan pemerintahan Presiden Jokowi memberikan perlindungan hukum yang adil bagi pekerja anti korupsi," kata dia.
Untuk itu, Tim Advokasi Novel Baswedan juga meminta Kapolri memerintahkan jajarannya untuk memeriksa para penyidik yang diduga melakukan abuse of process sebagaimana yang ditemukan oleh Komnas HAM. Tim juga mendesak Kapolri membuka akses informasi perihal status anggota kedua pelaku lapangan penyerangan Novel Baswedan.
Baca juga : JIC Pantau Rukyatul Hilal di Kepulauan Seribu, Ini Hasilnya
"Kami juga telah mengajukan permohonan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada Kapolri atas tindak pidana yang dilakukan kedua pelaku terhadap Novel Baswedan, namun tidak ada jawaban," jelas dia.
Terkait tidak dijawabnya permohonan tersebut, Andi dan kawan-kawan mengajukan permohonan informasi kepada Kadiv Humas Mabes Polri. Mereka mencari informadi mengenai sudah atau belumnya kedua pelaku diberhentikan dari institusi kepolisian atas kejahatan yang sudah dilakukannya. Namun permohonan informasi itu belum dijawab sebagaimana mestinya.
"Kami berpendapat seharusnya kedua pelaku tersebut telah diberhentikan secara tidak dengan hormat dari institusi kepolisian mengingat telah terbukti melakukan tindak pidana," kata dia.
Menurut Tim Advokasi Novel Baswedan, tindakan pelaku bertentangan dengan peraturan etik dan disiplin polri yang diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003 Jo. Perkap No. 4 Tahun 2011. Andi mengatakan, ditutupnya informasi status anggota kedua pelaku oleh Mabes Polri justru menambah panjang daftar keganjilan terkait kasus ini.
Penyerangan terhadap penyidik senior KPK itu terjadi pada 11 April 2017 di dekat kediamannya di Jalan Deposito Blok B No. 10 RT 03/10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat serangan tersebut, mata kiri Novel rusak permanen.