REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru menjadi negara pertama yang akan menerapkan undang-undang yang mewajibkan bank, perusahaan asuransi, dan manajer investasi melaporkan dampak perubahan iklim pada bisnis mereka. Hal itu dikatakan menteri perubahan iklim Selandia Baru James Shaw pada Selasa (13/4).
Semua bank dengan total aset lebih dari 703 juta dolar AS (Rp 10,2 triliun), perusahaan asuransi dengan total aset yang dikelola lebih dari Rp 10,2 triliun, dan semua penerbit ekuitas dan utang yang terdaftar di bursa saham negara harus melaporkanpembukuan keuangan mereka.
"Kita tidak bisa mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050 kecuali sektor keuangan tahu apa dampak investasi mereka terhadap iklim," kata Shaw dalam sebuah pernyataan.
"Undang-undang ini akan membawa risiko dan ketahanan iklim ke jantung pengambilan keputusan keuangan dan bisnis."
RUU tersebut, yang telah diajukan ke parlemen dan diperkirakan dibaca untuk pertama kali pekan ini, mengharuskan perusahaan keuangan menjelaskan bagaimana mereka akan mengelola risiko dan peluang terkait iklim. Sekitar 200 perusahaan terbesar di negara itu dan beberapa perusahaan asing yang memenuhi ambang batas total aset Rp 10,2 triliun akan diatur dalam undang-undang tersebut.
Perusahaan akan diwajibkan menyampaikan laporan mulai tahun depan setelah undang-undang disahkan, yang berarti bahwa laporan pertama akan dibuat oleh perusahaan pada 2023. Pemerintah Selandia Baru September lalu mengatakan akan membuat laporan sektor keuangan tentang risiko iklim dan mereka yang tidak dapat membuat laporan harus menjelaskan alasan mereka.
Pemerintah Selandia Baru telah menerapkan beberapa kebijakan untuk menurunkan emisi selama masa jabatan keduanya, termasuk berjanji untuk menjadikan sektor publiknya netral karbon pada 2025 dan hanya membeli bus angkutan umum tanpa emisi mulai pertengahan dekade ini. Perdana Menteri Jacinda Ardernkembali berkuasa Oktober lalu melalui kemenangan pemilihan terbesar dalam setengah abad untuk Partai Buruh kiri-tengah yang ia pimpin. Ardern menyebut perubahan iklim sebagai "momen bebas nuklir generasi kita."