REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Indef Dradjad Wibowo meminta agar tidak mengambil sikap berlebihan terhadap vaksin sel dendritik atau dikenal sebagai vaksin nusantara. Baik menilai seolah vaksin nusantara itu hebat sekali atau jelek sekali.
“Kita biarkan riset ilmiah untuk menjawabnya,” kata ekonom yang sedang mengkaji covid-19 dari perspektif ekonomi ini, Sabtu (17/4).
Menurut Dradjad silakan saja riset vaksin Nusantara dilakukan, tapi harus disikapi dengan objektif. Jika memang hasilnya bagus harus disampaikan bagus. Kalau hasilnya secara ilmiah jelek ya harus disampaikan jelek.
“Yang saya minta adalah posisi objektif dari semua kalangan terhadap inovasi-inovasi ini,” ungkap Dradjad.
Dradjad mengatakan menemukan informasi temukan di Good Clicicl Practice Network. Disebutkan bahwa baru akan mulai fase adaptif I, II, yang dilakukan Aivita Biomedical, yang dimulai pada Februari 2021. Nanti selesainya Februari 2022.
“Tapi melihat dari yang dilakukan Aivita Biomedical, sebenarnya vaksin ini masih lama,” kata Dradjad.
Dradjad mengatakan menjamin ketersediaan vaksin dan obat untuk mengatasi pandemi Covid-19, adalah kebutuhan mutlak. Hal ini karena Covid-19 bukan hanya persoalan kesehatan, tapi juga ekonomi dan pertahanan dan keamanan nasional. “Jadi sudah sangat strategis bagi kepentingan nasional,” kata Dradjad.
Dicontohkannya, di sisi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, sangat tergantung pada pergerakan orang. Jika pergerakan orang terganggu karena covid, terutama investor, pebisnis, rumah tangga konsumen, maka ekonomi akan terganggu.
Dalam hal pertahanan keamanan, lanjut Dradjad, vaksin dan obat covid-19, sudah menjadi ‘senjata’ dalam percaturan politik global. Jika Indonesia tidak mempunyai ketersediaan vaksin dan obat yang cukup, maka Indonesia akan tergantung pada negara lain, sehingga kepentingan nasional sangat rawan terhadap pengaruh dari berbagai negara lain.
Jadi untuk menjaga agar perekonomian Indonesia tetap tumbuh dengan baik, dan dari sisi strategis pertahanan keamanan nasional bisa independen, menurut Dradjad, Indonesia harus all out untuk urusan ketersediaan vaksin dan obat.
Dradjad menilai langkah pemerintah melakukan kontrak dengan sinovac sudah tepat. Hal penting adalah Indonesia bisa segera melakukan vaksinasi. Banyak negara yang tidak bisa vaksinasi.
Namun Dradjad mengingatkan langkah ini masih jauh dari mencukupi. Hal ini karena dampak positif vaksin ini terhadap imunitas orang bukan beberapa tahun. Artinya, orang yang sudah divaksin atau penyintas akan memerlukan vaksin lagi setelah beberapa waktu. Sehingga kebutuhan akan vaksin ini akan terus menerus ada.
Di sisi lain, lanjut Dradjad, Indonesia juga harus mengupayakan ada obat, sehingga covid-19 nantinya akan seperti flu biasa. “Jadi kalau orang sakit dikasih obat ya sembuh, seperti penyakit-penyakit biasa,” paparnya.
Agar ini bisa terwujud, menurut Dradjad, syarat mutlaknya adalah riset. Indonesia harus investasi besar dalam hal riset. Karena itulah, Dradjad mendukung semua riset untuk Indonesia bisa memiliki vaksin sendiri.
Diungkapkan Dradjad, saat ini sudah ada upaya vaksin merah putih. Vaksin ini harus dipercepat, dana maupun fasilitas perlu disiapkan. Termasuk, lanjut Dradjad, vaksin yang berbasis sel dendritik atau dikenal sebagai vaksin nusantara. Terhadap inovasi ini, kata Dradjad, sebaiknya tidak diambil sikap berlebihan. Baik seolah vaksin ini hebat ataupun vaksin jelek sekali.