REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS) Sugito Atmo menyebut, ada dua kejanggalan dalam sidang perkara kerumunan Megamendung, Bogor. Pertama, kata dia, pelapornya tidak menyebut siapa yang jadi terlapor.
"Kedua, menyoal lokasi dan tidak adanya yang bisa dijadikan bukti," tuturnya setelah persidangan pemeriksaan saksi JPU, Senin (19/4).
Padahal, saat terdakwa mempertanyakan kepada para saksi menyoal acara Gadog, kerumunan itu, kata Sugito, merujuk pernyataan saksi, hanya berdasarkan spontanitas. "Ada hal yang sangat menarik, tidak ada yang dilaporkan, tidak jelas masalah tempat kejadian, dan apa yang dilaporkan," ucap dia.
Dia juga mempertanyakan apakah laporan tanpa kajian itu langsung diterima atau tidak. Nyatanya, menurut para saksi, laporan langsung diterima.
"Bagaimana, pelaporan kok sesimpel itu," katanya menjelaskan seusai sidang.
In Picture: Jamaah Sambut Kedatangan HRS di Bogor
Tak sampai di sana, dia juga mempertanyakan saksi yang selalu mengubah pernyataannya. Utamanya, soal Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah yang menyebut jika penanggung jawab dari kerumunan selalu berubah, dari panitia penyelenggara menjadi HRS.
"Jadi, siapa yang mengambil keputusan sehingga jadi HRS yang bertanggung jawab," ujarnya.
Dalam persidangan, HRS mempertanyakan kepada siapa laporan yang diperkarakan ini ditujukan. Sebab, menurut pengakuan para saksi, tidak ada panitia yang bisa atau bertanggung jawab karena memang tidak ada.
"Apakah hanya untuk memenjarakan saya saja? Mengapa tidak ada surat pemberitahuan? Mengapa tidak didenda seperti di Petamburan, mengapa harus pidana? Adakah ada pihak yang tertekan karena itu?" tanya HRS.
Menanggapi pertanyaannya HRS itu, salah satu saksi fakta JPU, Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah, mengakui, pelaporan itu sesuai dengan hasil rapat Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor. Namun, pihaknya mengaku tidak melaporkan HRS secara langsung.
"Bukan lapor HRS, melainkan kerumunan massanya," kata Agus menjelaskan.