REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara. Namun, masih banyak masalah dan juga tantangan yang dihadapi sektor tersebut. Selain masalah kerusakan lingkungan karena masih digunakannya merkuri, ada juga masalah kesenjangan gender.
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, saat ini jumlah perempuan yang terlibat di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil hampir 30 persen dari total jumlah tenaga kerja di PESK yang ada di Indonesia.
“Fakta lainnya, perempuan yang ada di sektor PESK itu bukan hanya di sektor pelayanan tetapi juga terlibat sebagai pelaku usaha di lapangan. Dalam praktiknya, beban berat yang dipikul perempuan di sektor PESK sama beratnya dengan pekerja laki-laki. Karena itu, KLHK Bersama BPPT dan juga UNDP mendukung agar terciptanya kesetaraan gender di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil,” kata Rosa dalam kata sambutan di acara webinar “Perempuan Berdaya, Kunci Kesejahteraan Komunitas Penambang" yang diselenggarakan Katadata, Rabu (21/4).
Rosa Vivien menambahkan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Minamata yang salah satu tujuannya mengurangi pemakaian merkuri di sektor PESK. Namun, konvensi tersebut juga membahas tentang isu gender di sektor PESK.
“KLHK mendukung pengarusutamaan gender, strategi serta pemberdayaan perempuan di sektor PESK. Ini perlu agar semua lapisan masyarakat terlibat dalam proses pembangunan dan juga pemberdayaan. Hari ini adalah Hari Kartini dan saya ingin semangat Ibu Kartini dapat mendorong kemajuan kelompok perempuan yang tangguh, seperti ibu-ibu penambang disini” kata Rosa.
National Project Manager GOLD-ISMIA, Baiq Dewi Krisnayanti dalam paparannya sebagai pembicara webinar mengatakan, perempuan sebagai salah satu pelaku dalan rantai pertambangan masih belum tercatat sebagai pelaku usaha di sektor PESK.
Masalah utama perempuan yang terlibat dalam pertambangan emas skala kecil adalah masih rendahnya akses perempuan kepada sumber daya dan risiko terpapar langsung merkuri. Kata Dewi, perempuan termasuk kelompok paling rentan terpapar merkuri dibandingkan penambang laki-laki.
“Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk penambang perempuan? Mari kita kembangkan potensi perempuan sebagai sumber daya produktif untuk berkontribusi di sektor PESK. Akses perempuan terhadap informasi, keterampilan dan teknologi menjadi salah satu penyebab kurangnya kesadaran kritis perempuan terhadap kondisi termasuk ketimpangan yang terjadi pada diri dan sekitarnya,” kata Dewi.