REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, nama hebat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai runtuh. Ia memandang keruntuhan KPK sejak dimulainya kontroversi pemilihan capim KPK dan revisi UU KPK.
"Jadi, akibat revisi dan kontroversi ini kemudian menyebabkan babak belurnya KPK. Untuk ini, meskipun saya prihatin; sedih, tapi masih berharap Dewas KPK mampu memberesi ini semua. Memberesi dua hal paling krusial," kata Boyamin dalam keterangannya, Jumat (23/4).
MAKI berharap dengan ditahannya penyidik KPK dari unsur Polri Stepanus Robin Pattuju (SRP) usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengurusan perkara di KPK menjadi introspeksi Dewas KPK dam Pimpinan KPK agar tidak lagi mengumbar narasi-narasi yang selalu membodohi masyarakat.
"Misal dengan kalimat: 'KPK tetap kuat', 'KPK tetap hebat', KPK akan melakukan pencegahan yang hebat gitu, " ucap Boyamin.
Karena, narasi tersebut ternyata tidak terbukti. "Jadi, tolonglah KPK terutama pimpinan KPK untuk menghentikan narasi seakan dirinya hebat, seakan-akan tidak masalah, seakan-akan semua rakyat mendukung KPK padahal sama sekali tidak. Semua mencibir KPK," tegas Boyamin.
"Jadi, ini harus ada perbaikan dan saya akan menunggu sampai 3-6 bulan, kalau ini tidak ada perbaikan dan tak ada prestasi yang hebat, maka syaa minta pimpinan KPK mundur saja dan dilakukan pemilihan ulang oleh Pansel, Presiden yang lebih bebas memilih orang, mungkin tak ada dugaan transaksional di DPR," tambah Boyamin.
KPK telah menetapkan tersangka dan menahan penyidiknya dari unsur Polri Stepanus Robin Pattuju (SRP). Stepanus ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengurusan perkara di KPK.
Selain menahan Stepanus, KPK juga menahan pengacara Maskur Husain (MH). Maskur juga dijerat sebagai tersangka penerima suap bersama Stepanus.
Awalnya, M Syahrial sepakat menyiapkan dana Rp 1,5 miliar untuk Stepanus dan Maskur agar bisa menghentikan penyelidikan dugaan suap jual-beli jabatan tersebut. Kesepakatan itu terjadi di rumah dinas Wakil Ketua DPR asal Golkar Azis Syamsuddin.
Namun, dari kesepakatan awal Rp 1,5 miliar, Stepanus dan Maskur baru menerima uang suap total Rp 1,3 miliar. Uang itu ditransfer M Syahrial ke rekening bank milik seorang wanita, Riefka Amalia.
Selain suap dari M Syahrial, Stepanus diduga juga telah menerima uang atau gratifikasi dari pihak lain sejak Oktober 2020 sampai April 2021 sebesar Rp 438 juta. Gratifikasi sebesar Rp 438 juga itu ditampung melalui rekening Riefka Amalia.
"KPK kembali menegaskan bahwa memegang prinsip zero tolerance dan tidak akan mentolelir setiap penyimpangan serta memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Jakarta, Kamis (22/4).