Senin 26 Apr 2021 09:54 WIB

KPK Kembali Perpanjang Penahanan Nurdin Abdullah

Perpanjangan penahanan berlaku sampai dengan 27 Mei 2021.

Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) Tahun Anggaran 2020-2021. Dua tersangka, yakni Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA) dan Edy Rahmat (ER) selaku sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin. 

Keduanya adalah tersangka penerima suap kasus tersebut. "Tim penyidik KPK telah memperpanjang penahanan tersangka NA dan ER masing-masing selama 30 hari berdasarkan penetapan pertama dari Ketua PN Makassar terhitung sejak 28 April 2021 sampai dengan 27 Mei 2021. Berita acara perpanjangan penahanan telah dilaksanakan pada 23 April 2021," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (26/4).

Baca Juga

Tersangka Nurdin saat ini ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, dan tersangka Edy di Rutan KPK Kavling C1/Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC), Jakarta. "Perpanjangan ini masih diperlukan oleh tim penyidik untuk terus melakukan pengumpulan alat bukti, di antaranya dengan memanggil saksi-saksi guna melengkapi berkas perkara dimaksud," kata Ali.

Sebelumnya, keduanya telah diperpanjang penahanannya selama 40 hari sejak 19 Maret 2021 sampai dengan 27 April 2021. Selain keduanya, KPK juga telah menetapkan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) sebagai tersangka pemberi suap.

Nurdin diduga menerima total Rp 5,4 miliar dengan perincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp 2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung. Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain, di antaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp 200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Syamsul Bahri menerima uang Rp 1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Syamsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.

Baca juga: Persija Juara, Anies Salut Sama Persib dan Bobotoh

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement