Kamis 29 Apr 2021 16:05 WIB

Rawan Kerumunan, Pemda Diminta Antisipasi Demo Buruh

Demo buruh rawan memunculkan kerumunan sehingga berisiko terjadi penularan Covid-19.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Mas Alamil Huda
Buruh demonstrasi (ilustrasi)
Foto: Antara/R. Rekotomo
Buruh demonstrasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 meminta satgas tingkat daerah bersama pemda untuk mengantisipasi pelaksanaan demo buruh pada Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2021. Upaya antisipasi ini perlu dilakukan karena demo buruh rawan memunculkan kerumunan sehingga berisiko menjadi media penularan Covid-19. 

"Antisipasi terjadinya kerumunan akan dilakukan oleh satgas Covid di daerah yang terdiri dari pemda setempat khususnya di kota besar yang sering menjadi lokasi unjuk rasa, dan kesiapan fasilitas kesehatan seperti RS Daerah," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (29/4). 

Satgas juga meminta kepolisian untuk sigap melakukan antisipasi kerumunan yang muncul pada aksi demo buruh nanti. Apalagi, ujar Wiku, kepolisian lah yang memiliki kewenangan terkait pemberian izin aksi pelaksanaan acara besar seperti demonstrasi di masa pandemi Covid-19. Seluruh pelanggaran terhadap pelaksanaan PPKM mikro, ujar Wiku, akan ditindak sesuai dengan aturan yang ada. 

"Saya meminta kepada siapapun yang mengikuti aktivitas hari buruh internasional untuk pertimbangkan berbagai konsekuensi yang terjadi seperti potensi penularan Covid-19," ujar Wiku. 

Dalam siaran persnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan akan melakukan aksi memperingati May Day pada tanggal 1 Mei 2021 mendatang. Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan, massa buruh dari KSPI yang akan mengikuti May Day sekurang-kurangnya berjumlah 50 ribu buruh. 

"Mereka tersebar di 3.000 perusahaan atau pabrik, di 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi," kata Iqbal. 

Kendati dilakukan oleh massa yang banyak, Iqbal memastikan bahwa aksi buruh akan dilakukan dengan protokol kesehatan ketat untuk mencegah munculnya klaster penularan baru. 

"Seperti melakukan rapid antigen, menggunakan masker, hand sanitizer, hingga menjaga jarak," katanya. 

Dalam aksinya nanti, buruh dan mahasisnya akan menyuarakan penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Sebagaimana diketahui, buruh sudah mengajukan uji materi dan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa hal yang dipermasalahkan kaum buruh dalam beleid yang baru ini adalah terkait dengan outsourcing dan buruh kontrak.

Dikutip dari siaran pers KSPI, disebutkan bahwa di dalam UU Ketenagakerjaan dijelaskan ada dua jenis outsourcing, yakni outsourcing pekerjaan dan outsourcing pekerja. Kedua jenis outsourcing tersebut hanya dilakukan untuk kegiatan penunjang, bukan kegiatan pokok. Outsourcing pekerja dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan.

Namun demikian, kata Said Iqbal, di dalam UU Cipta Kerja outsourcing hanya satu jenis, yaitu outsourcing pekerja. Outsourcing pekerja ini digunakan untuk semua jenis pekerjaan, dan bisa digunakan untuk kegiatan pokok tidak hanya kegiatan penunjang. 

"Sehingga akan terjadi dalam satu perusahaan mayoritas adalah pekerja outsourcing. Misal 95 persen outsourcing dan lima persen karyawan tetap," katanya. 

Padahal, imbuhnya, pekerja outsourcing bukanlah pekerja perusahaan tapi pekerja milik agen outsourcing yang kapan saja bisa di-PHK tanpa pesangon dan jaminan sosial. 

"Ini yang dimaksud outsourcing seumur hidup karena menjadi pekerja outsourcing melalui agen penjual tenaga kerja tanpa masa depan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement