REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL – Berdasarkan aturan Uni Eropa baru, konten daring yang dianggap bermuatan teroris dapat dihapus dalam waktu satu jam. “Peraturan ini akan mempersulit teroris untuk menyalahgunakan internet dalam merekrut secara daring, menghasut serangan, dan mengagungkan kekejaman,” kata Komisaris Dalam Negeri Uni Eropa, Ylva Johansson saat undang-undang tersebut dipresentasikan.
Namun, tindakan tersebut telah memicu kegelisahan di antara organisasi non-pemerintah dan kelompok hak asasi manusia, termasuk Reporters Without Borders. Mereka khawatir aturan itu dapat digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi.
Anggota Parlemen Eropa (MEP) mendukung undang-undang itu tanpa pemungutan suara karena tidak menawarkan amandemen pada perjanjian Desember tentang masalah yang terjadi antara negara-negara anggota Uni Eropa.
Berdasarkan peraturan tersebut, platform daring yang beroperasi di negara Uni Eropa akan dipaksa cepat menghapus atau memblokir akses ke konten yang menyinggung. Selain itu, konten bisa juga dikenakan denda yang mencapai empat persen dari omzet global perusahaan.
Bahkan, aturan itu berlaku jika pesanan untuk menghapuskan konten berasal dari negara UE yang berbeda meskipun negara tuan rumah memiliki waktu 72 jam untuk menilainya. Aturan itu mengecualikan untuk konten yang diunggah dengan tujuan pendidikan, jurnalistik, seni, atau penelitian.
Dilansir Daily Sabah, Kamis (29/4), anggota Parlemen Polandia konservatif yang bertugas sebagai pelapor undang-undang, Patryk Jaki menyebutnya sebagai tindakan yang menjunjung kebebasan berbicara di internet sambil meningkatkan keamanan daring.
Negara-negara UE harus mulai memasukkan peraturan tersebut ke dalam undang-undang nasional mulai akhir bulan depan setelah dipublikasikan di surat kabar resmi dan akan berlaku setahun penuh.