REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin tidak dapat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya, politisi partai Golkar itu diperiksa terkait kasus suap yang melibatkan salah satu penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) pada Jumat (7/5).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, Azis mengaku tidak bisa memenuhi panggilan karena masih ada agenda kegiatan yang dilakukan. KPK memastikan akan kembali memanggil yang bersangkutan.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menilai, sebagai pejabat negara Azis Syamsuddin seharusnya kooperatif dan bekerja sama dengan penegak hukum. Hingga kini, Azis belum mengeluarkan pernyataan terkait keterlibatannya yang disebut-sebut menjembatani pertemuan antara Stepanus dan Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial (MS) pada Oktober 2020 lalu.
Zaenur menilai kemungkinan Azis Syamsuddin untuk menghindar atau bahkan melarikan diri sangat kecil, lantaran KPK telah meminta Imigrasi untuk mencekal Azis. KPK, lanjut Zaenur, juga belum bisa menahan Azis lantaran statusnya yang masih menjadi saksi.
"Secara aturan, KPK harus segera menjadwalkan ulang memanggil AZ untuk dimintai keterangan," kata Zaenur kepada Republika, Jumat (7/5).
Lebih lanjut Zaenur mengatakan, KPK bisa saja menjerat Azis dengan Pasal 21 tentang menghalang-halangi penyidikan KPK atau dengan Pasal 15 melakukan pemufakatan jahat pada perkara rasuah di Kota Tanjung Balai. Namun, penetapan tersangka dapat dilakukan bila KPK sudah memiliki alat bukti yang kuat dan itu menjadi tantangan sendiri.
"KPK punya tugas membongkar keterlibatan Azis karena sebagai politisi bisa memengaruhi penyidik KPK. Ini sesuatu yang sangat berbahaya," kata Zaenur.
Ia pun berharap KPK dapat profesional dalam menangani perkara ini. "Artinya tidak ada pihak terlibat yang ditutupi, baik internal maupun eksternal KPK. KPK harus bisa membongkar tuntas agar kasus seperti ini tidak terulang pada masa depan," ujar Zaenur.