REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) mengada-ada. Tes ini sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) sebagai amanat beleid baru KPK Nomor 19 tahun 2019.
Zaenur memandang asesmen TWK menjadi alat cuci tangan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan penyidik senior Novel Baswedan dan kawan-kawan dari lembaga antirasuah. "Jadi menurut saya, ini hanya cuci tangan dari Firli Bahuri ketika ingin memecat Novel dan kawan-kawan, agar beban politiknya di mata publik tidak terlalu berat gitu," kata Zaenur ketika dihubungi, Jumat (6/5).
Pasalnya, kata dia, dalam Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK maupun PP 41/2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tidak disebutkan adanya TWK sebagai syarat peralihan status pegawai. Aturan mengenai asesmen TWK hanya tercantum dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.
"Memang nasibnya 75 pegawai KPK berada di tangan Firli Bahuri ya. Kenapa? Karena memang sejak awal mengada-ada dengan membuat tes wawasan kebangsaan melalui Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021," ujarnya.
TWK di KPK pun dilakukan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun pada hakikatnya, pengalihan status tersebut, kata dia, seharusnya tidak perlu melibatkan lembaga lain.