Kamis 13 May 2021 06:12 WIB

Menengok Kampung Pengrajin Bungkus Kupat di Bandung

Pengrajin bungkus kupat di Kota Bandung terletak di Blok Kupat, Bandung.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ratna Puspita
Warga di Blok Kupat, Jalan Caringin, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay turun temurun menjadi pengrajin kupat termasuk jelang Lebaran 1442 Hijriah, Ahad (9/5).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Warga di Blok Kupat, Jalan Caringin, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay turun temurun menjadi pengrajin kupat termasuk jelang Lebaran 1442 Hijriah, Ahad (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Jelang Lebaran 1442 Hijriah yang jatuh pada Kamis (13/5) ini, masyarakat mulai berburu janur yang menjadi bahan utama bungkus ketupat atau kupat. Ketupat adalah kuliner yang menjadi ciri khas tiap Hari Raya Idulfitri itu biasa disajikan dengan opor ayam dan sambal goreng kentang. 

Salah satu tempat yang dikenal sebagai daerah pengrajin bungkus kupat di Kota Bandung terletak di Blok Kupat, Jalan Caringin, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay. Aktivitas membuat kupat sudah dilakoni warga setempat sejak tahun-tahun kemerdekaan Indonesia. 

Baca Juga

Banyak warga yang berada di Blok Kupat 01 hingga 07 di RW 13 tersebut menjadi pengrajin kupat dan didominasi oleh perempuan. Di sepanjang trotoar di Blok Kupat, Jalan Caringin, terdapat belasan warga yang membuat bungkus kupat. 

Di gang-gang Blok Kupat, lebih banyak warga yang membuat bungkus kupat kuliner khas Hari Raya Idulfitri. Eulis Fatimah adalah seorang ibu yang turut membuat bungkus kupat. Eulis pernah menjadi juara 1 pembuat bungkus kupat tercepat pada saat Wali Kota Bandung dipimpin oleh Dada Rosada dan Wakilnya Ayi Vivananda. 

photo

Ilustrasi Ketupat Lebaran - (Antara//Dhoni Setiawan)

Saat ditemui di kediamannya yang berada di pinggir jalan di RT 06, ia dengan terampil sedang membuat bungkus kupat yang berbahan dasar janur atau daun kepala muda ditemani oleh saudaranya. Bungkus kupat yang sudah dibuat langsung disimpan di sebuah karung bekas beras berwarna putih. 

Eulis bercerita bahwa keterampilan membuat bungkus kupat diperolehnya secara turun temurun dari kakek neneknya. Sejak kecil, Eulis mengaku sudah sering ikut membantu kedua orangtuanya membuat bungkus kupat. 

"Kalau buat (kupat) untuk sehari-hari, janurnya berwarna hijau, kalau untuk Lebaran biasanya berwarna yang kuning," ujarnya saat ditemui, Ahad (9/5). 

Ia melanjutkan, bahan dasar yang digunakan untuk membuat kupat, yaitu janur. Penggunaan janur sebagai bahan dasar kupat karena kuat dan tidak mudah bocor. 

Eulis mengungkapkan bahan dasar janur relatif tidak banyak saat ini yang dipasok oleh bandar akibat pandemi Covid-19 yang membuat pergerakan menyalurkan janur lebih terbatas. Ia mengaku menggunakan janur yang dikirim oleh bandar yang berasal diantaranya dari wilayah Pangandaran, Tasikmalaya dan Cikalong. 

"Bahan-bahan sudah datang dari tanggal 25 April, hari Rabu nanti jelang Lebaran pasti lebih banyak lagi yang buat bungkus kupat di sini," katanya. 

 

Bungkus-bungkus kupat yang sudah dibuat langsung dikirim ke pasar-pasar di wilayah Kota Bandung atau diambil oleh bandar maupun pembeli yang sudah memesan sebelumnya. Ia menuturkan, dalam sehari bungkus kupat yang diproduksi bisa mencapai 500 hingga 1.000 bungkus. 

Jumlah itu meningkat jelang Lebaran. Di luar jelang Idulfitri, pembeli bungkus kupat biasanya adalah pedagang Sate Padang dan lainnya. "Tiap hari ada aja yang membeli," katanya. 

photo
Ilustrasi Ketupat Lebaran - (Republika/musiron)

Ia mengatakan, harga jual bungkus kupat bervariasi mulai dari harga Rp 10.000 berisi beberapa buah bungkus kupat. Namun, harganya bisa lebih tinggi lagi mendekati lebaran. 

Mayoritas pengrajin menggunakan dua lembar janur sedangkan pengrajin yang menggunakan empat lembar janur relatif jarang. "(Bungkus kupat) janurnya empat (lembar) mah orang-orang dulu yang bikinnya, sekarang mah dua lembar," katanya. 

Eulis mengaku tidak sulit untuk membuat satu bungkus kupat yang terdiri dari dua lembar janur dan hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit. Namun, bagi mereka yang baru memulai belajar membungkus kupat relatif membutuhkan waktu yang lebih lama.

Eulis pun menyebutkan bahwa bungkus kupat yang dibuatnya lebih padat dan tidak terdapat ruang yang memungkinkan beras keluar dari bungkusnya saat hendak dimasak. 

Ia mengungkapkan, terdapat beberapa jenis bungkus kupat yang dibuat oleh pengrajin. Bungkus kupat yang biasa dibuat oleh pengrajin untuk Lebaran biasanya jenis kupat selamet. 

Eulis juga mengungkapkan pemuda-pemuda yang tinggal di Blok Kupat banyak yang lebih memilih bekerja di pabrik dibandingkan menjadi pengrajin kupat. Jumlah pengrajin bungkus kupat di Blok Kupat saat ini relatif sedikit dibandingkan tahun-tahun dulu. 

"Banyaknya ibu-ibu (yang buat bungkus kupat), laki-laki mah satu dua," katanya. 

Di wilayah tersebut, Eulis mengatakan banyak juga warga yang menjual kupat sudah masak ke pembeli. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement