REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 28 tahun 2021 tentang hukum penyelenggaraan shalat Jumat secara virtual. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, hukum Islam akomodatif terhadap perkembangan masyarakat.
Namun, ada beberapa ketentuan hukum agama yang sifatnya dogmatik, khususnya terkait ibadah mahdhah. Shalat Jumat termasuk jenis ibadah mahdhah, memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi.
"Prinsip dalam pelaksanaan ibadah adalah mengikuti aturan. Hukum asalnya terlarang sampai ada dalil. Sementara kalau dalam hal muamalah, hukum asalnya adalah boleh sampai ada yang melarang," katanya dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (11/5).
Dalam fatwa ini, disampaikan, penyelenggaraan shalat Jumat secara virtual adalah pelaksanaan shalat Jumat dengan lokasi imam dan makmum tidak ittihad al-makaan (dalam kesatuan tempat), tidak ittishal (tersambung secara fisik), dan hanya tersambung melalui jejaring virtual.
Fatwa tersebut juga menjelaskan, penyelenggaraan shalat Jumat secara hybrid adalah pelaksanaan sholat Jumat yang imam dan makmumnya memenuhi ketentuan ittihad al-makaan (dalam kesatuan tempat), ittishal (tersambung secara fisik), dan diikuti oleh makmum lain yang hanya tersambung secara virtual.
Berdasarkan itu, MUI mengeluarkan tiga ketentuan hukum. Pertama, hukum penyelenggaraan sholat Jumat secara virtual tidak sah. Sedangkan untuk penyelenggaraan shalat Jumat secara hybrid, ada dua ketentuan hukum.
Pertama, bagi imam dan makmum yang ittihad al-makan dan ittishal adalah sah. Kedua, bagi makmum yang mengikuti sholat Jumat dan hanya tersambung secara virtual, tidak sah.
Ketentuan hukum ketiga, yaitu dalam hal seseorang ada uzur syar'i yang tidak memungkinkan melaksakan shalat Jumat, maka kewajiban shalat Jumat menjadi gugur dan wajib melaksanakan shalat Zuhur.