Senin 17 May 2021 18:20 WIB

Risma akan Menghadap Jokowi Bahas BNPB dalam RUU PB

Pembahasan RUU PB mentok di pembahasan nomenklatur BNPB.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/5/2021). Rapat kerja tersebut membahas pengaturan kelembagaan dan anggaran dalam DIM RUU PB.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/5/2021). Rapat kerja tersebut membahas pengaturan kelembagaan dan anggaran dalam DIM RUU PB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akan segera menghadap Presiden Joko Widodo untuk membahas kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Terutama, terkait tugas dan fungsinya yang akan diatur lewat revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB) atau Peraturan Presiden (Perpes).

"Nanti kami akan menghadap Bapak Presiden langsung untuk menjelaskan ini, tapi bahwa tidak ada kami niat apapun di sini," ujar Risma dalam rapat kerja pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU PB dengan Komisi VIII DPR, Senin (17/5).

Dia menjelaskan, pihaknya sudah menerima surat dengan nomor B-213/M.Sesneg/D-1/HK.00.00/03/2021 dari Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) pada 26 Maret 2021. Dalam surat tersebut dijelaskan, DIM pemerintah atas RUU tentang Penanggulangan Bencana yang menyebutkan kelembagaan secara umum agar tetap dipertahankan.

"Guna memberikan fleksibilitas pengaturan kelembagaan BNPB yang adaptif sesuai kebutuhan," ujar Risma.

Dia sendiri belum mengetahui pasti maksud fleksibilitas dalam surat Mensesneg tersebut. Namun, menurutnya, BNPB akan diperkuat lewat fungsinya dalam menanggulangi jenis-jenis bencana lain, seperti bencana sosial.

"Secara prinsip saya akan menjelaskan, mungkin yang dimaksud fleksibilitas seperti itu. Jadi kalau ada Covid tangani Covid, kalau ada apa namanya bencana sosial tangani bencana sosial, mungkin yang dimaksud seperti itu," ujar Risma.

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mengatakan, pembahasan RUU PB mentok di pembahasan nomenklatur BNPB. Padahal, semangat revisi undang-undang untuk memperkuat lembaga tersebut dan reformasi manajemen kebencanaan di Indonesia.

"Kami terus terang saja beberapa kali kami sampaikan, tidak akan menghilangkan kewenangan, kelembagaan dari kementerian atau lembaga yang ada. Problemnya, adalah siapa yang mengoordinasikan ini, untuk itu dibutuhkan kelembagaan yang kuat," ujar Ace.

Jika BNPB diatur dalam Perpres, itu dinilainya hanya sebagai keputusan politik. Berbeda jika lembaga tersebut tercantum dalam revisi UU PB, itu sudah merupakan keputusan politik dan kebijakan negara. "Status hukumnya beda," ungkapnya.

Untuk itu, dia meminta Kementerian Sosial untuk terlebih dulu mendalami maksud dari surat Mensesneg. Namun, jika pemerintah tetap berpendapat bahwa kelembagaan BNPB diatur lewat Perpres, ia menilai sebaiknya pembahasan RUU PB dihentikan saja.

"Standing posisi kami di Komisi VIII justru kami ingin memperkuat, tapi kalau misalnya posisi dari panja pemerintah masih dalam posisi seperti yang disampaikan oleh ibu, lebih baik kita tidak usah bahas kembali," ujar Ace.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement