Selasa 18 May 2021 02:20 WIB

BMKG Tegaskan Suhu Panas Indonesia Bukan dari Heatwave

Indonesia tidak terjadi fenomena yang dikenal dengan gelombang panas atau heatwave.

Petani menggendong anaknya saat melihat kebun nanas yang ikut terbakar di Kecamatan Medang Kampai, Dumai, Riau, Senin (22/2/2021). Kebakaran lahan gambut seluas 11 hektar yang menjalar ke perkebunan warga tersebut disebabkan cuaca panas selama tiga pekan terakhir.
Foto: ANTARA/Aswaddy Hamid
Petani menggendong anaknya saat melihat kebun nanas yang ikut terbakar di Kecamatan Medang Kampai, Dumai, Riau, Senin (22/2/2021). Kebakaran lahan gambut seluas 11 hektar yang menjalar ke perkebunan warga tersebut disebabkan cuaca panas selama tiga pekan terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan suhu panas yang terasa di sejumlah wilayah Indonesia bukan diakibatkan dari heatwave atau gelombang panas. "Yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian yang umumnya disebabkan oleh kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif lebih signifikan pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial," ujar Deputi Bidang Meteorologi Guswanto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/5).

Guswanto menjelaskan menurut World Meteorological Organization (WMO), gelombang panas atau dikenal dengan heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut. Dimana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga lima derajat Celsius atau sembilan derajat Fanreheit atau lebih.

Baca Juga

Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika. Secara dinamika atmosfer hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas. Seperti misalnya ada sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan terjadi cukup lama.

Sedangkan secara geografis wilayah Indonesia berada di sekitar wilayah ekuatorial. Sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi. "Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki variabilitas perubahan cuaca yang cepat. Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena yang dikenal dengan gelombang panas atau heatwave," ujar Guswanto.

Pada pertengahan Mei 2021, posisi semu matahari sudah berada di Belahan Bumi Utara (BBU) di sekitar 19 derajat Lintang Utara. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa di wilayah Indonesia Selatan ekuator akan menjelang periode angin timuran yang identik dengan musim kemarau.

Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum tanggal 16 Mei 2021 tercatat berkisar antara 33 hingga 35,2 derajat Celsius dengan suhu maksimun 35,2 derajat Celsius terjadi di Surabaya. Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut masih berada kondisi normal, dimana perubahan suhu maksimum harian masih dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau tingkat perawanan di suatu wilayah.

"Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki awal musim kemarau dimana tingkat perawanan akan cukup rendah pada siang hari. Sehingga masyarakat diimbau dan diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas atau kondisi terik pada siang hari dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan," kata Guswanto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement