REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi mencanangkan work from Bali (WFB) bagi ASN tujuh kementerian yang ada di bawah komando Luhut Binsar Pandjaitan. Sayangnya, kerja dari Bali ini bukan berarti PNS bisa liburan sebab pemerintah melarang PNS membawa keluarganya.
Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf Vinsensius Jemadu menjelaskan, nantinya yang akan berkantor di Bali dari tujuh kementerian ini adalah ASN muda dan sudah divaksin. Nantinya, berkantor di Bali juga akan dilakukan secara digilir dan bertahap.
"Ada banyak yang tanya kemudian, PNS ini boleh tidak bawa keluarga? Kami sih menganjurkan untuk tidak bawa keluarga ya," ujar Vinsensius saat konferensi pers daring, Sabtu (22/5).
Tak bolehnya ASN bawa keluarga ini karena kerja di Bali hanya pindah lokasi, bukan untuk liburan. Lagi pula, dalam program kerja di Bali ini pemerintah ingin memastikan semua sesuai dengan protokol kesehatan.
"Jadi, pendataannya dan pengawasannya juga jelas ya. Jumlahnya kan juga kita batasi," ujar Vinsensius.
Saat ini Kemenparekraf dan Kemenko Marves sedang mematangkan mekanisme dan teknis kerja dari Bali ini. Selain mekanisme, Vinsensius juga meminta tujuh kementerian membedah anggarannya untuk mengalokasikan program ini.
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Odo RM Manuhutu menjelaskan kebijakan ini berkaca dari acara Bali Invesment Forum tahun lalu yang mampu mendongkrak sedikit perekonomian Bali. Dari hal tersebut, semua kementerian yang ada di bawah koordinasi Luhut Binsar Pandjaitan akan melakukan kerja dari Bali.
"Kondisinya saat ini perekonomian Bali masih kontraksi hingga 9,3 persen. Padahal, daerah lain sudah mendekati pulih. Oleh karena itu, berkaca dari Bali Invesment Forum yang sempat menolong perekonomian Bali, kami canangkan WFB ini," ujar Odo dalam konferensi pers, Sabtu (22/5).
Odo memerinci saat ini angka hunian hotel di Bali hanya 10 persen. Padahal, dengan angka tersebut para pengusaha di Bali dan juga UMKM Bali mengalami keterpurukan.
"Ketika kita berbicara bahwa itu 10 persen, artinya untuk bayar gaji pun tidak cukup, bayar listrik tidak cukup, untuk maintenance pun tidak. Bahwa sebuah hotel untuk bisa membayar maintenance paling tidak okupansi rate harus 30 sampai 40 persen," kata Odo.
Odo juga menjelaskan langkah ini bukan semata-mata membuang-buang uang negara. Ia mengatakan, uang negara dipakai untuk bisa mendorong pertumbuhan demand sehingga ada perputaran ekonomi di Bali.