Sayangnya, saat pendudukan Israel dimulai, rakyat Palestina mulai kehilangan akses pada lebih dari 60 persen tanah mereka di Tepi Barat. Jumlah itu termasuk dua pertiga lainnya dari tanah para penggembala. Dan separuh area budidaya serta 85 persen sumber daya di sekitar Gaza.
Selama pendudukan Israel pula sekitar dua pertiga lahan dengan estimasi 2,5 juta pohon produktif hancur. Menyoal fiskal, estimasi parsial menyatakan kebocoran pendapatan Palestina ke perbendaharaan Israel berada di kisaran 3,6 persen dari PDB atau 17 persen dari total pendapatan publik Palestina.
Jumlah itu, semakin mempersempit pekerjaan yang seharusnya bisa menghasilkan 10 ribu angkatan kerja tambahan per tahun. Lebih parahnya, otoritas Israel mengumpulkan pendapatan pajak perdagangan atas nama otoritas nasional Palestina dan mentransfernya ke PNA (Palestinian National Authority).
"Israel mengontrol dua pertiga dari pendapatan pajak Palestina. Kebocoran fiskal kumulatif dari tahun 2000-2017 diperkirakan mencapai 5,6 miliar dolar AS atau 39 persen dari PDB 2017," ujar laporan UNCTAD.
Perekonomian Palestina sudah parah sejak masa lalu, namun demikian, akibat guncangan pandemi Covid-19, ekonomi Palestina di tahun ini diperkirakan semakin tergelincir. Terlebih, ketika warga dan wanita Palestina khususnya harus membayar biaya tambahan karena pendudukan. Hingga April 2020, sebulan pascapandemi merebak, pendapatan fiskal otoritas nasional Palestina turun ke level terendah dalam 20 tahun terakhir.