Sabtu 07 Sep 2024 05:07 WIB

Israel Tembak Mati Aktivis Turki-AS di Tepi Barat.

Aktivis tersebut ditembak saat berunjuk rasa melawan penjajahan.

Aysenur Ezgi Eygi,  aktivis Turki-AS yang dibunuh pasukan Israel di Tepi Barat, Jumat (6/9/2024).
Foto: X
Aysenur Ezgi Eygi, aktivis Turki-AS yang dibunuh pasukan Israel di Tepi Barat, Jumat (6/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT – Seorang berkewarganegaraan ganda Amerika-Turki ditembak mati oleh pasukan Israel di Tepi Barat, kemarin. Ia ditembak saat mengikuti berpartisipasi dalam unjuk rasa perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Ayşenur Ezgi Eygi, seorang sukarelawan berusia 26 tahun dari Gerakan Solidaritas Internasional Antipenjajahan, syahid di rumah sakit pada Jumat setelah ditembak di kepala selama protes di Beita, dekat Nablus, kantor berita Palestina Wafa melaporkan. Saksi mata mengatakan dia ditembak oleh tentara Israel yang ditempatkan di lapangan terdekat setelah “bentrokan kecil” terjadi.

Baca Juga

Jonathan Pollak, seorang warga Israel yang berpartisipasi dalam unjuk rasa itu engatakan penembakan itu terjadi tak lama setelah puluhan warga Palestina dan aktivis internasional mengadakan shalat berjamaah di lereng bukit di luar kota utara Beita yang menghadap ke pemukiman ilegal Israel di Evyatar. Tentara mengepung kelompok tersebut ketika para anggotanya shalat dan bentrokan segera terjadi dengan warga Palestina melemparkan batu dan tentara menembakkan gas air mata dan peluru tajam, kata Pollak dilansir Aljazirah.

Para pengunjuk rasa dan aktivis, termasuk Pollak dan Ezgi Eygi, mundur dari bukit, dan bentrokan mereda, katanya. Dia kemudian menyaksikan dua tentara yang berdiri di atap rumah di dekatnya mengarahkan senjatanya ke arah kelompok tersebut dan melepaskan tembakan. Dia melihat suar meninggalkan laras senapannya ketika tembakan terdengar. Dia mengatakan Ezgi Eygi berada sekitar 10 atau 15 meter di belakangnya ketika tembakan dilepaskan.

Pollak kemudian melihatnya “terbaring di tanah di samping pohon zaitun, mati kehabisan darah”, katanya.

Mariam Dag, aktivis lain yang ikut protes, juga mengatakan dia melihat seorang tentara Israel di atap. Dag mengatakan dia kemudian mendengar tembakan dua peluru tajam. Salah satunya memantul dari sesuatu yang terbuat dari logam dan mengenai kaki seorang pengunjuk rasa Palestina; serangan lainnya mengenai Ezgi Eygi, yang telah pindah kembali ke kebun zaitun, katanya.

Dag berkata dia berlari menuju wanita yang jatuh itu dan melihat darah keluar dari kepalanya. “Tembakan itu datang dari arah tentara. Mereka tidak datang dari tempat lain.”

Seorang paramedis, Fayez Abdul Jabbar, mengatakan kepada Al-Quds News Network, “Kami biasanya melakukan konfrontasi mingguan di [daerah tersebut]. Selama konfrontasi ini [pada hari Jumat], tentara menembakkan dua peluru tajam: satu peluru mengenai orang asing, dan satu lagi mengenai orang lain, yang lukanya tidak terlalu parah.” Eygi dirawat dalam perjalanan ke rumah sakit, tambahnya. Fouad Nafaa, kepala rumah sakit Rafidia di Nablus, mengatakan dokter mencoba menyadarkannya, namun dia meninggal di meja operasi.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan masih mengumpulkan lebih banyak informasi tentang kematian “tragis” Eygi, kata juru bicara Matthew Miller, tanpa segera menetapkan tanggung jawab atas kematian tersebut seperti dilansir the Guardian.

Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya “sangat terganggu” dengan pembunuhan itu dan sedang mengupayakan penyelidikan Israel.

photo
Peta Tepi Barat - (Republika)

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, yang hubungannya dengan Israel mencapai titik nadir sejak serangan brutal Israel ke Gaza, mengecam penembakan itu. “Saya mengutuk intervensi biadab Israel terhadap protes sipil terhadap pendudukan di Tepi Barat, dan saya berdoa memohon belas kasihan Allah kepada warga negara kami Ayşenur Ezgi Eygi, yang kehilangan nyawanya dalam serangan itu.”

“Sebagai bangsa Turki, kami akan terus berupaya pada setiap platform untuk mengakhiri pendudukan Israel dan kebijakan genosida… dan menjadikannya bertanggung jawab di hadapan hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan,” Erdogan menambahkan.

Eygi baru saja lulus dari Universitas Washington di Seattle. Pramila Jayapal, perwakilan AS di wilayah tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kematian Eygi adalah “tragedi yang mengerikan”. “Kantor saya secara aktif berupaya mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai peristiwa yang menyebabkan kematiannya,” kata Jayapal.

“Saya sangat terganggu dengan laporan bahwa dia dibunuh oleh tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Pemerintahan Netanyahu tidak melakukan apa pun untuk menghentikan perluasan pemukiman dan kekerasan pemukim di Tepi Barat, yang sering kali didorong oleh menteri sayap kanan pemerintahan Netanyahu. Pembunuhan warga negara Amerika adalah bukti buruk dari perang yang tidak masuk akal dan meningkatkan ketegangan di kawasan ini.”

Semua pemukiman Israel di Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional, namun Evyatar, yang sebagian dibangun di atas tanah Beita yang disita pada tahun 2013, tidak dibangun dengan izin pemerintah Israel dan oleh karena itu dianggap sebagai “pos terdepan”, yang ilegal menurut hukum Israel.

Masa depan Evyatar telah diperdebatkan di pengadilan Israel selama bertahun-tahun, yang memicu protes besar-besaran baik dari warga Palestina maupun pemukim. Pada bulan April tahun lalu, unjuk rasa di Evyatar yang menuntut agar pos terdepan tersebut dilegalkan dihadiri oleh setidaknya 1.000 orang, termasuk anggota pemerintah sayap kanan, seperti Itamar Ben-Gvir, Bezalel Smotrich dan Simcha Rothman.

Pos tersebut merupakan salah satu dari beberapa pos terdepan yang disahkan oleh kabinet Israel bulan lalu. Setidaknya 10 warga Palestina, termasuk dua anak-anak, telah dibunuh oleh pasukan Israel dalam protes terkait Evyatar sejak tahun 2021, menurut kelompok hak asasi manusia.

Relawan warga negara AS lainnya yang bersama warga Palestina ditembak di kaki saat protes Jumat bulan lalu. Militer Israel mengatakan pria itu “terluka secara tidak sengaja”. Kekerasan pemukim terhadap warga Palestina di Tepi Barat telah meningkat sejak 7 Oktober, memaksa puluhan komunitas meninggalkan rumah mereka. Para pejabat Palestina dan kelompok hak asasi manusia telah lama menuduh IDF berdiam diri atau bahkan bergabung dalam serangan pemukim.

Aktivis ketiga yang dibunuh... baca halaman selanjutnya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement