Rabu 26 May 2021 19:26 WIB

FKUB Ajak Umat Tonjolkan Persamaan dalam Kehidupan Sosial

Perbedaan SARA tidak perlu diperdebatkan karena merupakan sunnatullah.

FKUB Ajak Umat Tonjolkan Persamaan dalam Kehidupan Sosial. Umat muslim mendengarkan khotbah usai melaksanakan shalat Idul Fitri dengan pengaturan jarak di Masjid Al-Ikhlas, Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
FKUB Ajak Umat Tonjolkan Persamaan dalam Kehidupan Sosial. Umat muslim mendengarkan khotbah usai melaksanakan shalat Idul Fitri dengan pengaturan jarak di Masjid Al-Ikhlas, Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengajak umat beragama di menonjolkan persamaan agama dalam kehidupan sosial keagamaan. "Salah satu syarat tercapainya pembangunan kerukunan antarumat beragama, yakni mengedepankan persamaan dalam kehidupan sosial," ucap Ketua FKUB Provinsi Sulteng Prof KH Zainal Abidin, Rabu (26/5).

Prof Zainal mengatakan manusia termasuk umat beragama merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, maka dalam kehidupan sosial persamaan ini harus ditonjolkan. Selain itu, masih banyak lagi persamaan lainnya yang harus dinampakkan.

Baca Juga

Sebab, bila perbedaan yang ditonjolkan oleh umat beragama dalam kehidupan sosial kegamaan ini, maka tentu kerukunan yang dicita-citakan sulit tercapai. "Tonjolkan bahwa kita sebagai manusia datang dari Tuhan yang sama," ujarnya.

FKUB Sulteng juga mengimbau umat beragama tidak mempertentangkan perbedaan yang terjadi di muka bumi, seperti beda agama, suku dan ras tidak perlu diperdebatkan karena itu adalah sunnatullah. Perbedaan itu sudah merupakan ketentuan atau sunnatullah yang telah diatur dan dikehendaki oleh Allah untuk diketahui dan dijalani oleh manusia.

"Manusia atau sesama penganut agama cukup untuk berbuat baik, menghargai sesama manusia, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan tidak perlu saling menyalahkan dan mengklaim sebagai penganut agama yang paling benar," ujar Prof Zainal yang juga Ketua MUI Kota Palu itu.

Dia mengatakan fanatisme yang berlebihan pada seseorang atau sekelompok penganut paham dan aliran tertentu, cenderung menyalahkan orang lain atau sekelompok orang sebagai pihak yang mengamalkan ajaran agama yang salah. Padahal, mereka yang mengklaim diri sebagai pihak dan kelompok yang paling benar, tidak melakukan kontekstualisasi secara mendalam terhadap suatu teks-teks kitab suci.

"Inilah yang kemudian cenderung membuat seseorang salah bertindak, dikarenakan tidak memahami secara utuh perintah atau ajaran agama. Memahami agama tidak dapat hanya dengan satu landasan saja atau satu dalil saja," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement