REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr Ede Surya Darmawan mengkritisi masih rendahnya kemampuan testing Covid-19 di Indonesia. Ia khawatir hal ini berdampak pada pandemi Covid-19 yang kian sulit diakhiri.
Ede mendapati pelaksanaan testing masih timpang. Provinsi DKI Jakarta jadi menyumbang testing terbesar dengan 7.000 atau sekitar 33 persen testing nasional di angka 21 ribu. Padahal penduduk ibu kota tak sampai 10 persen dari jumlah penduduk nasional.
Ede mendesak perlunya penguatan testing di seluruh provinsi selain Ibu Kota. "Bukan Jakarta dikurangi testingnya tapi nasional yang ditambah. Kalau enggak bisa ditambah temukan kasus ya mau ngapain? Tidak bisa jadi indikator ini (kebijakan) efektif atau tidak," kata Ede kepada Republika.co.id, Rabu (2/6).
Ede menagih komitmen pemerintah menjalankan kebijakan WHO soal testing secara kontinu. WHO menetapkan standar minimal testing satu per seribu dari total jumlah penduduk per pekan. Berarti di Indonesia dengan estimasi 280 juta penduduk maka mesti testing 280 ribu orang per pekan atau 40 ribu per hari. "Kalau pun dibagi setengahnya (20 ribu testing per hari) harusnya jumlah itu tetap. Ini kasusnya malah dikurangi yang dites. Sampai kapan begini?" ucap Ede.
Ede mengkhawatirkan kasus Covid-19 nantinya melandai bukan karena tuntas ditangani, melainkan lemahnya testing. Jumlah kasus aktif Covid-19 per Ahad (30/5) dilaporkan Satgas Penangangan Covid-19 sebanyak 101.639 orang. Artinya, kasus aktif nasional kembali tembus 100 ribu kasus setelah sempat turun ke 80 ribuan kasus pada pertengahan Mei. "Jangan sampai kasus turun karena tesnya kurang dan sebenarnya tidak terlacak. Ini harus diberesin," kata Ede.
Di sisi lain, Ede mendukung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro sebagai upaya pencegahan. Namun PPKM mikro tetap perlu didukung pendeteksian yang maksimal agar tak sia-sia. "Efek pencegahan itu deteksi kita membaik, jangan PPKM oke tapi deteksi diturunin. Idealnya PPKM ketat sehingga tak menular," ujar Ede.
Diketahui, PPKM berskala mikro mulai diterapkan kembali sejak 1 Juni 2021 hingga 14 Juni 2021. PPKM mikro diberlakukan karena penularan Covid-19 masih terjadi, bahkan diperkirakan mencapai puncaknya di Juni lantaran banyaknya orang yang masih nekat mudik lebaran meski telah dilarang.