REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lokataru Kantor Hukum dan HAM menilai, penegakan hukum yang agresif dalam kasus gagal bayar Jiwasraya ternyata berdampak terhadap kondisi pasar modal di dalam negeri. Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar mengatakan, dampak terbesar dari kasus Jiwasraya bukan pada penurunan nilai IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Yang paling terdampak sebenarnya adalah menyusutnya jumlah transaksi di pasar modal, baik yang dilakukan oleh investor institusi maupun ritel ."Begitu juga dengan frekuensi transaksi harian di bursa yang turut melambat," kata Haris dalam rilis laporan 'Penegakan Hukum yang Mengganggu Roda Perekonomian: Kasus Jiwasraya dan Dampaknya terhadap Pasar Modal Indonesia' di Jakarta, Jumat (4/6).
Lewat laporan Lokataru itu, lanjut Haris, diketahui sebelum dinyatakan gagal bayar, Jiwasraya memiliki cadangan dana yang mumpuni. Justru ketika dinyatakan gagal bayar, sambung dia, cadangan dana tersebut mengalami pembekuan, tidak bisa digunakan, dan akhirnya nasabah serta pihak ketiga tidak bisa mengakses hak mereka.
Haris menambahkan, laporan Lokataru juga mengungkap sejumlah kejanggalan yang masih tersisa setelah pengungkapan kasus tersebut. "Pertama, pada saat diumumkan gagal bayar, Jiwasraya sebenarnya masih memiliki aset tunai yang lebih dari cukup untuk membayar klaim jatuh tempo tersebut," katanya.
Kedua, guliran pernyataan lebih deras dan mendahului dari pada penyelesaian skema bisnis untuk melindungi hak pihak ketiga, nasabah dan lainnya. Penawaran penyelesaian skema bisnis baru muncul belakangan, itu tanpa melibatkan, cara dan kepentingan, para nasabahnya.
Ketiga, lanjut Haris, akibat pernyataan gagal bayar, memunculkan market chaotic, terutama para pemegang saham Jiwasraya berbondong-bondong mulai menarik dananya. Selain itu, pada saat yang sama tidak ada lagi nasabah baru yang mau membeli produk asuransi Jiwasraya.
Keempat, gagal bayar dijadikan kasus pidana korupsi, yang kemudian ditangani oleh Kejaksaan Agung. Penahanan pada sejumlah nama, justru memperburuk kondisi pasar saham bukan hanya Jiwasraya, antusiasme pasar modal menurun.
Hari melanjutkan, Lokataru menilai penyelesaian yang berlarut-larut kendati perseroan memiliki kas yang cukup untuk membayar kewajiban kepada para pemegang polis telah mengganggu kepercayaan yang telah dibangun bertahun-tahun. Setelah kasus menyeruak, hampir seluruh pemegang polis yang ada tidak bersedia memperpanjang kontrak asuransinya.
Bahkan, pemegang polis untuk kontrak berjalan pun ikut-ikutan mengakhiri kontrak. Alih-alih mengupayakan kembalinya uang nasabah, kata Haris, proses pengungkapan dan penegakan hukum justru menyebabkan utang klaim yang terus berlarut-larut.
"Sehingga malah mempercepat runtuhnya kredibilitas Jiwasraya di mata nasabahnya, yang kemudian merembet pada terganggunya kinerja pasar saham Indonesia," ujarnya.