REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkap percakapan yang ia lakukan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang polemik perlu tidaknya pasal penghinaan presiden di KUHP. Menurut Mahfud, percakapan itu dilakukan sebelum dia menjabat sebagai Menko dan Jokowi menjawab, hal itu terserah kepada legislatif.
"Sebelum jadi Menko dan ada polemik perlu tidaknya pasal penghinaan kepada presiden masuk KUHP, sy menanyakan sikap Pak Jokowi," ujar Mahfud lewat akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, dikutip Kamis (10/6).
Mahfud melanjutkan, kala itu, Jokowi menjawab dengan menyerahkannya kepada pembahasan di legislatif. Secara pribadi, kata Mahfud, Jokowi tak mempersoalkan pasal tersebut masuk atau tidak di KUHP, sebab dia sering dihina tapi tak pernah mengadukan atau memperkarakannya.
"Jawabnya, 'terserah legislatif, mana yang bermanfaat bagi negara. Kalau bagi saya pribadi, masuk atau tak masuk sama saja, toh saya sering dihina tapi tak pernah memperkarakan’," cuit Mahfud.
Sebelumnya, masih soal pasal penghinaan presiden, Mahfud menyebut pernyataan yang mengatakan sikapnya berbeda terhadap pasal tersebut di RKUHP agak ngawur. Menurut Mahfud, dihapuskan dan dimasukannya kembali pasal tersebut dilakukan saat dia tidak menjabat apa-apa di pemerintahan.
"Agak ngawur. Penghapusan pasal penghinaan kepada presiden dilakukan jauh sebelum saya masuk ke MK (Mahkamah Konstitusi). Saya jadi hakim MK April 2008," ungkap Mahfud lewat akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, dikutip Rabu (9/6).
Kemudian, dia juga mengatakan, RKUHP yang baru sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tapi kemudian pada September 2019 pengesahannya kemudian ditunda. Saat itu, kata Mahfud, dia belum menjabat sebagai Menko Polhukam.
"Sebelum saya jadi Menko RKUHP sudah disetujui oleh DPR tapi September 2019 pengesahannya ditunda di DPR. Karena sekarang di DPR, ya, coret saja pasal itu," kata Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, isi dari RKUHP itu digarap kembali pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mulai zaman Menkumham Hamid Awaluddin dan seterusnya. Menurut Mahfud, pada 2005, saat dia menjadi anggota DPR, Menkumham kalanitu memberi tahu DPR bahwa pemerintah akan mengajukan RKUHP baru.
"Waktu itu, 2005, saya anggota DPR. Menkumham memberitahu ke DPR bahwa pemerintah akan ajukan RKUHP baru. Ketua Tim adalah Prof. Muladi yang bekerja di bawah pemerintahan SBY. Sejarahnya baru lewat," kata Mahfud.
Cuitan tersebut Mahfud unggah untuk menjawab unggahan akun Twitter resmi Partai Demokrat, @PDemokrat. Akun resmi Partai Demokrat mengunggah satu beeita yang berisi tentang pernyataan politikusnya, Benny Harman, soal perubahan sikap Mahfud itu.
"Anggota DPR RI @BennyHarmanID menyinggung saat SBY jadi presiden tidak bisa melaporkan orang yg menghina dengan ungkapan 'kerbau' pada 2010 silam. Lantaran pasal penghinaan presiden telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi saat dipimpin @mohmahfudmd," tulis akun @PDemokrat.