REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memberikan informasi bohong terkait hasil assesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawainya. Pernyataan ini menanggapi keterangan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri yang menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepagawaian Negara (BKN) untuk meminta hasil TWK.
"ICW mengingatkan kepada Plt Juru Bicara KPK untuk tidak memberikan informasi hoaks terkait dengan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (16/6).
Pernyataan perihal penyerahan hasil TWK kepada KPK dari BKN ini didasari unggahan yang ada dalam situs KemenPANRB. Dalam unggahan tersebut disebutkan, Kepala BKN Bima Haria Wibisana telah menyerahkan hasil TWK kepada pihak KPK yang diwakili oleh Sekjen KPK Cahya Harefa pada 27 April 2020 lalu.
Kurnia menilai, dengan adanya unggahan tersebut maka janggal bila KPK menyebut mesti berkoordinasi dengan BKN untuk mendapatkan hasil TWK. ICW memandang, ketidakjujuran ini juga dianggap menjadi penguat dugaan publik jika tes alih status pegawai itu hanya akal-akalan semata.
"Ketidakjujuran KPK dalam memberikan hasil TWK kepada pegawai semakin menguatkan dugaan publik bahwa tes itu hanya akal-akalan saja untuk menyingkirkan pegawai KPK," tegasnya.
Pada Selasa (15/6), Ali Fikri mengatakan, KPK masih melakukan koordinasi dengan BKN terkait permohonan untuk membuka hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) para pegawai KPK. "Saat ini, Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) KPK tengah melakukan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait pemenuhan informasi tersebut karena salinan dokumen yang diminta bukan sepenuhnya dalam penguasaan KPK," kata Ali Fikri.
Menurut Ali, hingga Selasa (15/6), KPK telah menerima 30 surat permohonan permintaan Salinan Data dan Informasi terkait Tes Asesmen Wawasan Kebangsaan. PPID KPK pun telah merespons sesuai dengan diterimanya surat permohonan tersebut.
Ali menyebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa badan publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon informasi paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan.
"Badan publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku paling lambat 7 hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. KPK berupaya untuk bisa memenuhi salinan permintaan tersebut sesuai dengan ketentuan waktu yang berlaku," kata Ali.
Sebelumnya diketahui secara bertahap dan individual, para pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah asesmen TWK meminta informasi hasil tes kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data KPK. Permintaan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 17 huruf h dan Pasal 18 ayat (2) huruf a yang menyatakan pemilik hasil berhak meminta hasil dengan memberi persetujuan tertulis.
"Dua pegawai yang pertama meminta keterbukaan hasil adalah Iguh Sipurba dan saya. Kami telah mengirimkan permintaan keterbukaan informasi sejak 31 Mei 2021," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan.
PPID KPK yang dijabat oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat pun telah membalas permintaan informasi pada Jumat, 11 Juni 2021. "Namun ada keanehan dalam jawaban yang diberikan. Dalam jawaban tersebut, PPID KPK menyatakan masih melakukan koordinasi dengan pihak Badan Kepegawaian Negara untuk pemenuhan informasi tersebut padahal sudah ada serah terima hasil TWK dari Kepala BKN kepada KPK sejak 27 April 2021," kata Iguh.
Menurut Iguh, sudah sepatutnya hasil TWK seluruh pegawai telah berada di KPK apalagi saat itu Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan seluruh hasil tes pegawai KPK ada di lemari besi yang ada di KPK. "Kalau untuk memberi hasil tes kepada kami masih harus koordinasi lagi dengan BKN, lalu apa yang ada di lemari besi yang disebut Pak Firli itu?" tambah Hotman.
Hotman menduga koordinasi yang disebut dalam balasan PPID KPK merupakan siasat untuk menghindari penyampaian hasil secara transparan sedangkan hasil tersebut merupakan hak bagi pihak yang mengikuti TWK. "Kami akan terus menuntut keterbukaan data dan informasi sesuai jalur yang disediakan hukum dan aturan perundangan yang berlaku," tambah Hotman.
Dalam Perkom 1 Tahun 2021 Pasal 5 ayat (4) disebutkan alih status Pegawai KPK menjadi ASN bersifat asesmen selanjutnya Pasal 7 ayat (6) Perka-BKN Nomor 26 Tahun 2019 mengamanatkan penyelenggaraan penilaian kompetensi wajib menganut prinsip transparansi sehingga hasil penilaian kompetensi harus dapat diketahui oleh peserta asesmen.