REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan lebih setuju masa jabatan presiden maksimal dua periode. Menurut dia, hal tersebut diatur oleh konstitusi untuk membatasi kekuasaan seseorang, baik dari segi lingkup maupun waktu.
"Secara pribadi saya lebih setuju seperti sekarang, maksimal dua periode saja," ujar Mahfud lewat akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, dikutip Senin (21/6).
Mahfud menerangkan, maksud dari hal tersebut diatur oleh konstitusi negara ini. Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, masa jabatan presiden diatur maksimal hanya dua periode karena untuk membatasi kekuasaan, baik dari sisi lingkup maupun waktunya.
"Adanya konstitusi itu, antara lain, untuk membatasi kekuasaan, baik lingkup maupun waktunya," kata dia.
Hal tersebut Mahfud sampaikan saat menanggapi cicitan terkait dukungan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode yang menyebut namanya. Mahfud merasa, namanya disebut dalam cicitan tersebut kurang tepat.
Sebab, dia bukan anggota partai politik (parpol) ataupun MPR. "Kurang tepat di-mention kepada saya. Sebab, saya bukan anggota parpol atau MPR. Dua atau tiga periode arenanya ada di parpol dan MPR," ujar Mahfud.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan dirinya tidak berniat menjadi presiden tiga periode. Hal sama pernah diungkapkannya setahun lalu. Hingga kini pemikiran itu menurutnya belum berubah.
"Saya tegaskan saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi dalam pernyataan persnya, Senin (15/3).
Isu penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode ini sebelumnya juga pernah muncul akhir 2019 lalu. Saat itu, Jokowi menyebut wacana itu dimunculkan karena ada pihak yang ingin menjerumuskannya hingga mencari muka kepadanya.
Jokowi mengatakan, amendemen hanya diperlukan untuk urusan haluan negara. "Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi saat itu.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, menilai saat ini Jokowi hanya bicara normatif tidak ingin memimpin tiga periode. Sebab, hal itu masih terbentur dengan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Ya, beliau bicara normatif saja karena amendemen UUD 1945 kan hanya menyatakan dua periode. Kalau nanti bisa diubah tiga periode, saya kira Pak Jokowi tidak bisa menolak, apalagi kalau partai politik, seperti PDIP, yang meminta beliau maju. Pada 2024 ini, lebih aman dan pasti Jokowi yang maju daripada kombinasi yang lain," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (19/6).
Kemudian, ia melanjutkan terdapat alasan mengapa mengusung Jokowi-Prabowo maju dalam Pilpres 2024. Salah satunya, agar tidak terjadi polarisasi di masyarakat, seperti Pemilihan Presiden 2019, dan ia menganalisis kalau mereka (Jokowi-Prabowo) mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat.
"Ya, fokus saat ini berkomunikasi kepada masyarakat Indonesia terkait hal ini. Kalau gagasan ini diketahui masyarakat, kecenderungan mendukungnya akan sangat besar," ujarnya.