Jumat 25 Jun 2021 16:59 WIB

Persoalan TWK, Undang-Undang KPK Digugat ke MK

Proses peralihan menjadi ASN tidak dapat disamakan dengan penerimaan pegawai baru ASN

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: republika.co.id
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, Muh Yusuf Sahide, mengajukan, permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, tidak ada satu pun ketentuan dalam UU KPK yang mensyaratkan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Mahkamah Konstitusi perlu meluruskan praktik tersebut dengan memberikan penafsiran konstitusional yang benar terhadap ketentuan Pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU Nomor 19 Tahun 2019," demikian dikutip berkas permohonan Yusuf yang diakses melalui laman resmi MK, Jumat (25/6).

Dia berpendapat, proses peralihan menjadi ASN tidak dapat disamakan dengan penerimaan pegawai baru ASN maupun promosi jabatan dalam sistem ASN. Apabila hasil TWK digunakan sebagai dasar mengukur kelayakan pegawai KPK, maka hal tersebut secara langsung telah menggugurkan perlindungan konstitusional pegawai KPK.

Dia juga mengatakan, tidak ada persyaratan untuk diangkat menjadi ASN harus lulus TWK. Adapun Pasal 5 ayat 4 Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 hanya mewajibkan pegawai KPK ikut serta, tetapi tidak menjadikan persyaratan hasil TWK sebagai dasar untuk diangkat atau tidak diangkat menjadi ASN.

Kemudian, Yusuf menduga, TWK digunakan sebagai upaya intervensi penanganan perkara melalui pegawai KPK yang bekerja secara baik dalam pemberantasan korupsi. Seleksi ini telah menyingkirkan para pegawai KPK yang memiliki posisi strategis dalam pengungkapan kasus strategis nasional, pencegahan, sampai kerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi.

Menurut dia, penggunaan hasil TWK sebagai dasar menentukan seseorang diangkat atau tidak diangkat menjadi ASN bertentangan dengan Pasal 28D ayat 3 UUD 1945. Terlebih dengan mempertimbangkan adanya batasan usia dan syarat bersifat seleksi yang diatur Pasal 69B ayat 1 dan 69C UU KPK.

Padahal, dia menilai, para pegawai KPK sudah melalui proses seleksi yang ketat saat rekrutmen untuk menjadi pegawai KPK. Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 pun menyebutkan, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN bersifat seleksi dan tidak berlaku bagi KPK karena pegawai KPK secara hukum menjadi pegawai ASN bukan karena keinginannya, melainkan karena berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019.

"TWK merupakan upaya nyata untuk menghilangkan hak bekerja seseorang tanpa proses yang adil dalam hubungan kerja," katanya,

Dalam provisinya, Yusuf meminta MK memerintahkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KPK mempekerjakan kembali dan tidak memberhentikan pegawai KPK yang berstatus tidak memenuhi syarat (TMS). Dalam pokok perkaranya, dia meminta MK menyatakan frasa "dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan" dalam pasal 69B ayat 1 dan pasal 69C UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement