REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pangi Syarwi Chaniago menilai pemanggilan BEM UI oleh Rektorat UI menyusul postingan yang menyebut Jokowi 'The King of Lip Service' sudah berlebihan. Menurutnya, postingan itu merupakan kritik yang wajar di negara demokrasi.
"Kritik itu vitamin, kenapa harus risih dan khawatir terlalu berlebihan?" kata Pangi kepada Republika, Senin (28/6).
Pangi menekankan, pihak Rektorat UI mestinya membiarkan BEM UI menyalurkan aspirasinya. Sikap kritis BEM UI merupakan tanggapan atas permasalahan di masyarakat.
"Ini bagaimana kebebasan berpendapat dilindungi UUD, sehingga jangan sampai ada pembungkaman baik lisan atau tulisan," ujar Pangi.
Apalagi kritik BEM UI, menurut Pangi, diutarakan lewat argumentasi bukan sekedar asal menghujat. "Sepanjang kritik logis ada argumen datanya maka kenapa tidak?kenapa harus dibungkam? ini tidak boleh begitu karena bisa kemunduran demokrasi. Kritik ini baik untuk demokrasi," lanjut Pangi.
Pangi mengingatkan, agar Rektorat UI, pemerintah, dan Presiden Joko Widodo legowo terhadap kritik publik. Dia khawatir, pembungkaman atas kritik akan berdampak buruk terhadap kualitas demokrasi.
"Jangan sampai gara-gara ini indeks demokrasi (Indonesia) turun lagi. Persepsi publik bahwa telah terjadi kemunduran demokrasi yang nggak main-main, alarmnya sudah bunyi. Karena ada ketakutan untuk utarakan kebenaran," ujar Pangi.
Di sisi lain, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menyoroti sikap rektorat Universitas Indonesia (UI) yang memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI usai menyampaikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial. Menurutnya, otoritas kampus memang berhak untuk memanggil mahasiswa UI, hanya saja dalam pertemuan itu tidak perlu dipaksakan untuk mencapai kesepakatan.
"Bila memang kemudian tidak bersepakat, kami berharap tidak ada mahasiswa yang diberi sanksi akademis atas sikap dan kritikannya," kata Herzaky yang juga Ketua Ikatan Alumni (Iluni) UI tersebut.