Senin 28 Jun 2021 14:58 WIB

Pasien Antre Kala RS di DIY Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Beberapa RS di DIY sempat menutup layanan karena tak mampu lagi menampung pasien.

Warga menunggu pemeriksaan di Poli Covid-19 RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Senin (28/6). Untuk antisipasi RSUP Dr Sardjito mendirikan tenda darurat di depan Poli Covid-19. Namun, pendirian tenda darurat ini masih untuk antisipasi jika bangsal untuk pasien Covid-19 penuh.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Warga menunggu pemeriksaan di Poli Covid-19 RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Senin (28/6). Untuk antisipasi RSUP Dr Sardjito mendirikan tenda darurat di depan Poli Covid-19. Namun, pendirian tenda darurat ini masih untuk antisipasi jika bangsal untuk pasien Covid-19 penuh.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Silvy Dian Setiawan

Lonjakan kasus Covid-19 di DIY bekalangan ini menyebabkan antrean di rumah sakit rujukan penanganan Covid-19. Terutama antrean pasien Covid-19 yang masuk ruang perawatan insentif (ICU).

Baca Juga

Hal ini terjadi di sebagian besar rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di DIY. Sehingga, menyebabkan rumah sakit harus memberlakukan kebijakan buka-tutup penerimaan pasien karena yang masuk sudah melebihi kapasitas.

Salah satunya Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, yang pada pekan keempat Juni 2021 ini bahkan pasien yang akan masuk lebih dari 70 pasien per hari. Padahal, Direktur Utama RS Panti Rapih, Triputro Nugroho mengatakan, sebelumnya paling banyak rata-rata hanya 20 pasien per hari yang akan masuk ICU.

Banyaknya pasien yang masuk menyebabkan penumpukan di ICU. Hal ini mengganggu proses pelayanan dan menyebabkan pihaknya harus melakukan pengaturan dengan tidak menerima pasien baru untuk sementara waktu.

Sehingga, pelayanan difokuskan untuk pasien yang sudah masuk ke ICU. "Tentu ini mengganggu proses pelayanan kita, di satu sisi kita ingin melayani, tapi di sisi lain kita juga sangat terbatas untuk melayani sekian banyak," katanya dalam wawancara yang digelar wartawan melalui Zoom, Senin (28/6).

Nugroho menyampaikan, pada 26 Juni lalu terjadi antrean pasien hingga 13 pasien yang akan masuk ICU. Padahal, kapasitas ICU di Panti Rapih sendiri sebenarnya hanya dapat menampung delapan pasien Covid-19.

Walaupun begitu, penumpukan ini tidak berlangsung lama. Dengan dilakukannya pengaturan, pada 27 Juni keadaan sudah mulai lancar dan pihaknya dapat menerima kembali pasien baru.

"Di IGD memang terjadi peningkatan yang sangat drastis 26 Juni kemarin, kapasitas kami baik di rawat inap maupun IDG itu sudah sangat melebihi. Sehingga, memang kita lakukan pengaturan, artinya tidak menerima sementara untuk kami bisa fokus melakukan pelayanan pasien yang sudah ada di IGD, istilahnya bukan tutup, tanggal 27 Juni pagi kondisi sudah terkendali dan kita sudah membuka kembali," ujarnya.

Pada 28 Juni ini, kondisi di ICU Panti Rapih diklaim masih terkendali walaupun ada beberapa pasien Covid-19 yang masih harus menunggu untuk masuk. Sebab, kata Nugroho, pihaknya juga tengah menangani 16 pasien Covid-19 saat saat ini berada di ICU dan menunggu untuk masuk ruang isolasi

"Kondisinya sangat fluktuatif, tapi masih stabil dan landai. Mungkin beberapa jam ke depan mulai lagi berdatangan karena kondisinya sangat berkembang dalam waktu yang cepat," kata Nugroho.

Penutupan layanan ICU untuk sementara waktu ini juga terjadi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah, Mohammad Komarudin mengatakan, pihaknya sempat menutup layanan ICU selama dua hari.

"Dua hari penutupan IGD, karena banyak meninggal sehingga sudah bisa tersalurkan (pasien baru) pagi ini. Tutup Jumat (25/6) malam dan Ahad (27/6) pagi buka lagi," kata Komarudin.

Tidak hanya itu, RSUP Dr. Sardjito juga mengaku ada peningkatan arus masuk pasien, terutama di ICU. Meskipun begitu, pihaknya mengaku masih bisa mengendalikan arus masuk pasien Covid-19 ini.

Pengendalian dilakukan dengan menyaring pasien mana yang seharusnya mendapatkan penanganan di ICU dan mana yang tidak. Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Rukmono Siswishanto mengatakan, pada 27 Juni kemarin pasien yang akan masuk mencapai 202 pasien.

Namun, tidak seluruhnya yang masuk ke ICU karena tidak semuanya bergejala sedang dan berat. Setidaknya, dari seluruh pasien tersebut 165 pasien diantaranya dipulangkan karena tidak bergejala dan bergejala ringan.

"Sebagian besar masih bisa isolasi mandiri, tidak harus mondok (mendapat perawatan intensif di rumah sakit), bisa isolasi di luar rumah sakit dengan catatan ada pemantauan dan nanti kalau ada perburukan dirujuk ke rumah sakir. Jadi dari 202 ternyata 165 bisa dipulangkan, 24 masuk dan 13 antre," kata Rukmono.

 

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DIY, Yuli Kusumastuti mengatakan, lonjakan kasus di DIY tidak berimbang dengan ketersediaan kapasitas rumah sakit. Pasalnya, keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) di rumah sakit rujukan yang ada sudah di atas 90 bahkan ada yang mencapai 100 persen.

"Sehingga BOR di DIY memang kemudian semakin lama semakin tinggi. Saat ini rata-rata per hari sudah mendekati 85 persen (secara total BOR di 27 rumah sakit rujukan di DIY)," kata Yuli.

 

Penambahan kapasitas bed pun dilakukan, namun SDM juga menjadi kendala. Sebab, SDM terutama tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 juga terus bertambah di DIY.

Sehingga, banyak tenaga kesehatan yang harus menjalani isolasi. Hal ini, kata Yuli, menyebabkan beban rumah sakit bertambah.

"RS ini menerima beban ganda. Satu sisi pasien Covid-19 harus tetap dilayani, tapi di sisi lain RS juga tidak bisa menolak ketika terjadi kegawatdaruratan non Covid-19. Beban ini yang semakin memperberat RS," ujarnya.

Dengan begitu, beberapa rumah sakit terpaksa menutup layanan ICU. Namun, katanya, dengan kondisi yang terus berkembang juga menjadikan penutupan layanan ini ini hanya dilakukan sementara waktu.

"Teman-teman RS tidak berdiam diri melihat situasi ini dan berupaya semampu mungkin. Sehingga tetap bisa memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat," jelasnya.

Berdasarkan data per 27 Juni 2021, ada beberapa rumah sakit dengan BOR ICU yang sudah mencapai 100 persen di DIY. Mulai dari RS Panti Rapih, RS PKU Muhammadiyah Bantul, RS Panembahan Senopati, RS Prambanan dan RSA UGM dan RSUD Nyi Ageng Serang.

"Selebihnya (BOR RS rujukan) ada yang mendekati 90 persen, saat ini kita masih memantau dan yang kemarin memang ada yang 100 persen. Itu terus berjalan fluktuatif, dinamis, tidak stagnan dan rumah sakit tidak berdiam diri supaya flow pelayanan terus berjalan," kata Yuli.

Hingga saat ini bed RS di DIY yang sudah terpakai untuk penanganan Covid-19 mencapai 1.097 bed. Dari total 1.097 bed ini yang terpakai itu terdiri dari 97 bed critical (ICU) dan 1.000 bed non critical (isolasi).

Sementara, total bed yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 juga sudah ditambah menjadi 1.285 bed dengan rincian 140 bed ICU dan 1.145 bed isolasi. Penambahan bed ini dilakukan sejak 25 Juni kemarin dari yang sebelumnya disediakan 1.234 bed. Artinya, BOR di 27 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 yang ada di DIY sudah mencapai 85,3 persen.

In Picture: Tenda Darurat RSUP Dr Sardjito Antisipasi Lonjakan Pasien

photo
Tenaga kesehatan keluar dari tenda darurat Poli Covid-19 RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Senin (28/6). Untuk antisipasi RSUP Dr Sardjito mendirikan tenda darurat di depan Poli Covid-19. Namun, pendirian tenda darurat ini masih untuk antisipasi jika bangsal untuk pasien Covid-19 penuh. - (Wihdan Hidayat / Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement