REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Filipina berhasil memulangkan 55 wanita yang diduga menjadi korban perdagangan manusia dan dipaksa bekerja dibawah kondisi yang kejam di Suriah. Mirisnya, kasus ini diduga melibatkan staf kedutaan Filipina.
The Washington Post pada Januari melaporkan, 55 wanita tersebut melarikan diri ke kedutaan Filipina di Damaskus, berharap mendapat perlindungan dan bisa pulang. Nahas, sesampainya di kedutaan mereka malah dianiaya di tempat penampungan.
"Saya telah menyisir tempat penampungan di semua bangsal. Paling lambat penerbangan berikutnya, kami akan mengirim tim kesana. Kejadian ini tidak boleh terulang lagi,” kata Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr, seperti dilansir dari The News Arab, Jumat (9/7).
Pemerintah Filipina akan mencopot duta besar untuk Suriah, Alex Lamadrid. Staf kedutaan lain yang terbukti terlibat juga bakal diberikan sanksi berat.
Pada bulan Maret, biro imigrasi Filipina membuat penyelidikan atas dugaan keterlibatan beberapa petugasnya dalam kasus perdagangan perempuan di Suriah. Dari penyelidikan itu, diketahui bahwa para korban diiming-imingi pekerjaan, dan terbang ke Suriah dengan menggunakan visa turis.
Setelah visa mereka kedaluwarsa, para korban dilaporkan dipaksa pergi ke Damaskus, di mana mereka dijual kepada oknum majikan sebesar 10 ribu dolar AS atau sekitar Rp 145 juta (kurs Rp 14.513).
“Petugas imigrasi tampaknya mengirim warga kami ke perbudakan. Mereka dikurung di dalam asrama yang gelap, kotor dan disuruh tidur di lantai,” kata Senator Risa Hontiveros, yang mempelopori penyelidikan.
Setidaknya 28 petugas imigrasi sedang diselidiki atas dugaan keterlibatan mereka dalam skema perdagangan manusia tersebut. Tidak jelas berapa banyak wanita Filipina yang masih terperangkap dalam perbudakan kontrak di Suriah.