REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Ma’ruf al-Karkhi merupakan seorang ulama sufi yang hidup di zaman kejayaan Khalifah Harun al-Rasyid. Namun, para ahli sejarah tidak ada yang mengetahui tanggal dan tahun berapa Ma’ruf al-Karkhi dilahirkan.
Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa kedua orang tua Ma’ruf al-Karkhi memeluk agama Nasrani. Ada pula yang menyebut mereka dari komunitas agama Mandai atau shabiah (sabean) di Wasit, Irak. Kemudian, Ma’ruf al-Karkhi masuk Islam di tangan Imam Ali ar-Ridla.
Setelah beguru kepada sejumlah ulama, Ma’ruf al-Karkhi akhirnya menjadi rujukan sanad seluruh tarekat yang tersebar di seluruh dunia. Suatu waktu, ia pun pernah ditanya tentang ciri-ciri atau tanda para waliyullah. Ia kemudian menjawab bahwa ciri waliyullah ada tiga.
Dikutip dari buku berjudul “Allah dan Alam Semesta” karya Prof KH Said Aqil Siroj, ciri pertama waliyullah menurut Ma’ruf al-Karkhi adalah senantiasa hatinya penuh pikiran tentang Allah. Kedua, penuh kesibukan pada-Nya. Sedangkan ciri yang ketiga adalah berlari kepada-Nya.
“Seandainya di hati orang-orang ‘arif (al’arifin) itu tersangkut satu cinta kepada dunia, meski seberat biji atom (dzarrah), maka tidak sah satu sujudnya (shalatnya) sekalipun,” tegas Ma’ruf al-Karkhi di lain kesempatan.
Menurut Kiai Said, Ma’ruf al-Karkhi pun mengaku memperoleh posisi mulia di sisi Allah dan bantuan dari kuasa-Nya. Suatu waktu, menurut Said Aqil, Ma’ruf al-Karkhi pernah berujar kepada salah seorang muridnya yang bernama Sari al-Saqathi,
“Jika kamu punya keperluan kepada Allah, maka bersumpahlah dengan menyebut namaku di hadapan-Nya.”